Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Narasi Institute sekaligus Ekonom Senior, Fadhil Hasan, berharap pemerintah menunda rencana pemindahan Ibu Kota Baru. Selain karena masih pandemi Covid-19, sosialisasi mengenai pemindahan IKN dinilai masih rendah.
Ia mengatakan, pemindahan ibu kota negara merupakan keputusan penting dan strategis, serta sudah seharusnya menjadi wacana publik yang luas dari semua pemangku kepentingan bangsa. Namun, justru itu yang tidak terjadi.
Advertisement
"Wacana pemindahan ibu kota hanya terjadi di kalangan elit dan lebih bersifat teknokratis, kurang partisipatif dan akuntabel. Terjadi 'gap' antara publik dan negara dalam wacana pemindahan ibu kota ini," jelas Fadhil dalam keterangannya pada Sabtu (17/4/2021).
Fadhil menambahkan, jangankan masyarakat luas, DPR pun baru akan membahas RUU Ibu Kota pada tahun ini. Bahkan draft RUU dari pemerintah pun belum diterima DPR.
"Artinya peletakan batu pertama pembangunan ibu kota ini dilakukan tanpa ada payung hukumnya. Bagaimana jika DPR tidak menyetujui pemindahan ibu kota tersebut, walau hal ini kecil kemungkinannya. Apakah pemerintah berniat melakukan fait accompli DPR?," sambungnya.
Belajar dari Negara Lain
Menurut Fadhil, gagasan pemindahan ibu kota negara memang merupakan hal lumrah karena banyak negara melakukannya. Setidaknya dalam kurun waktu 100 tahun ini, terdapat setidaknya 30 negara yang memindahkan ibu kota negaranya. Banyak yang sukses, namun tidak sedikit yang gagal.
Oleh sebab itu, pemerintah diminta melakukan kajian serius terhadap faktor-faktor penyebab gagalnya pemindahan Ibu kota negaradi negara lain.
"Pemerintah diminta melakukan kajian serius terhadap faktor-faktor penyebab gagalnya pemindahan IKN di negara lain," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Contoh Negara
Ia pun mengungkapkan beberapa pelajaran yang dapat diambil dari berbagai negara. Dalam kasus Brasilia, ibu kota Brasil baru berkembang menjadi kota yang tertata dengan baik, tapi dikelilingi oleh banyak area pemukiman kumuh karena dalam perencanaan dan implementasinya tidak mempertimbangkan kebutuhan semua kelompok masyarakat yang ingin tinggal di sana.
Sementara Putrajaya, Malaysia, sampai sekarang hanya sebagai pusat pemerintahan dan hampir semua aparatur sipil negara tetap tinggal di Kuala Lumpur, sehingga Putrajaya menjadi kota mati pada malam hari.
Contoh lain adalah Canberra yang sering disebut planning without city, karena sampai sekarang masih belum menarik penduduk untuk hidup di sana.
Terakhir pemerintah Korea Selatan memindahkan ibu kota ke Sejong pada 2012, namun sampai saat ini pemindahannya belum selesai karena besarnya biaya dan dinamika politik dalam negeri yang menghambat proses ini.
"Contoh dari dalam negeri adalah perpindahan ibu kota provinsi Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi pada tahun 2010, sampai sekarang masih hidup pada jam kantor dan setelah itu para ASN kembali ke Ternate," jelas Fadhil.
Advertisement