Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengakui kementerian dan lembaga pemerintah belum maksimal menyerap produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Tanah Air. Padahal, pemerintah mengalokasikan sekira 40 persen anggarannya untuk belanja produk UMKM dengan nilai Rp 400 triliun.
Kebijakan pemerintah tersebut merupakan salah satu upaya mendorong sektor UMKM agar dapat tumbuh di tengah pandemi Covid-19. Hal ini merupakan salah satu pendekatan dari sisi market demand.
Advertisement
Belanja K/L tersebut belum optimal karena standar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yang dinilai terlalu tinggi.
"Memang dalam praktiknya ini belum lancar, karena standar di LKPP masih terlalu tinggi, sehingga banyak produk tidak bisa masuk. Bahkan ada yang curiga itu hanya bisa diisi oleh produk luar," jelas Teten dalam webinar FMB9 pada Senin (19/4/2021).
Oleh sebab itu, pihaknya saat ini terus berkomunikasi dengan LKPP terkait hal tersebut. Selain itu juga secara bersama melakukan pendampingan dengan berbagai pihak agar produk UMKM sudah mulai punya standar.
Standarisasi itu, kata Teten, juga akan menjadi strategi untuk peningkatan kualitas UMKM.
"Tapi memang belanja pemerintah ini bisa diharapkan menjadi stimulus yang lain. Karena saat ini daya belinya adalah pemerintah," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sanksi untuk K/L
Teten mengungkapkan saat ini memang tidak ada sanksi bagi K/L jika tidak membelanjakan anggarannya untuk produk UMKM. Jika diberikan sanksi anggaran dikhawatirkan dapat menghambat penyerapan yang lain.
"Kita lagi cari pendekatan yang lain. Intinya, kita ingin yang 40 persen belanja untuk produk UMKM ini efektif," katanya.
Dukungan lain yang diberikan yaitu menyediakan 30 persen ruang publik untuk tempat usaha UMKM. Hal ini sudah diatur dalam UU Cipta Kerja.
"Dalam hal ini seperti pelabuhan, bandara, stasiun, hingga rest area dengan tarif yang harus kompetitif untuk UMKM," jelas Teten.
Advertisement