Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengungkapkan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di perkotaan lebih terdampak daripada yang di pedesaan. Hal ini disebabkan sektor pertanian dan perikanan relatif tumbuh dengan baik di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
"Yang terpukul itu di perkotaan, di urban, terutama yang terkait dengan kegiatan usaha di perkantoran, sekolah, dan industri karena ya memang tutup," ungkap Teten dalam webinar FMB9 pada Senin (19/4/2021).
Advertisement
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 500 ribu UMKM bangkrut dari total 64 juta. Hal ini antara lain disebabkan 40 hingga 80 persen omzet mereka turun, sehingga banyak yang memiliki masalah ke pembiayaan.
Namun secara keseluruhan, kata Teten, UMKM Indonesia masih bisa bertahan. Selain karena didukung sejumlah kebijakan pemerintah seperti restrukturisasi pinjaman dan stimulus listrik, UMKM Indonesia berhasil melakukan transformasi ke platform digital selama pandemi. Hal ini membantu mereka bertahan.
Tahun lalu ada penambahan empat juta UMKM di platform digital. Sehingga saat ini, total sekira 12 juta UMKM beralih ke digital.
Faktor lain, UMKM berhasil beradaptasi dengan situasi baru. Para pelaku UMKM berinovasi dan membuat produk yang banyak dibutuhkan masyarakat, terutama di tengah pandemi.
"Jadi mereka dengan daya beli masyarakat terbatas, mengubah produknya ke home care, makanan hingga kesehatan karena itu demand yang paling tinggi. Saya kira kemampuan adaptasi itu luar biasa," jelas Teten.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mendag Soal Ekspor UMKM: Jumlah Banyak, tapi Nilainya Kecil
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi menyebut, jumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air saat ini menguasai lebih dari 90 persen pelaku ekspor. Hanya saja, dari jumlah tersebut, nilai ekspor UMKM tidak lebih besar dari 12 persen
"Jumlah banyak, tapi yang ekspor yang secara nilai jumlahnya kecil," katanya dalam acara MilenialHub 2021, secara virtual Sabtu (17/4/2021).
Dia memahami, UMKM belum bisa melakukan penetrasi di pasar internasional. Bahkan pihaknya sendiri tengah mengevaluasi kenapa permasalahan itu bisa terjadi.
Mendag Lutfi mengemukakan masih ada beberapa persoalan mendasar. Sebagai perbandingan untuk 10 besar ekspor nonmigas sama dengan 60 persen ekspor total barang-barang produk. Sementara 30 dari ekspor nonmigas sama dengan hampir 90 persen ekspor nonmigas kita.
"Dari top 30 itu paling tidak nilainya USD1 miliar. Jadi artinya pohon industri di Indonesia belum bisa menyeluruh, karena masih bolong-bolong industrinya," jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya UMKM yang syarat dengan karakteristrik miskin networking, miskin dari sumber daya, miskin dari permodalan, belum bisa menembus pasar ekspor tersebut.
"Sekarang Kemendag sedang memberikan kampanye bukan hanya memperbaiki kualitas dan networknya dan membantu pendanaan atau modal capitalnya agar pelaku-pelaku ekonomi baru terutama minlenal bisa jadi penggerak ekonomi nasional. Salah satunya dengan ekspor," jelasnya.
Advertisement