Liputan6.com, Jakarta - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sedang menjajaki pinjaman bank mengingat ada pinjaman PT Adaro Indonesia yang jatuh tempo senilai USD 400 juta pada pertengahan 2021.
"Untuk hal itu coba jajaki ke beberapa bank untuk bisa refinance pinjaman untuk lima tahun ke depan. Refinance loan yang ada nilainya USD 400 juta,” ujar Direktur Keuangan PT Adaro Energy Tbk Lie Luckman kepada wartawan, Senin (19/4/2021).
Advertisement
Sementara itu, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir mengatakan, perseroan mendapatkan respons positif untuk penjajakan pinjaman tersebut. Namun, perseroan belum dapat menjelaskan lebih detil mengenai nama Lembaga keuangan yang akan terlibat.
"Alhamdullilah. Surprise partisipasi banyak. Boleh dibilang oversubribed. Alhamdullilah masih dipercaya, konsorsiumnya banyak,” ujar dia.
Sebelumnya, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatriabusikan kepada pemilik entitas induk merosot 63,64 persen pada 2020.
PT Adaro Energy Tbk meraup laba USD 146,92 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 404,19 juta. Pendapatan usaha turun 26,67 persen dari USD 3,45 miliar pada 2019 menjadi USD 2,53 miliar pada 2020.
Pendapatan usaha merosot karena penurunan 18 persen pada harga jual rata-rata (ASP) dan penurunan 9 persen pada volume penjualan.
Perseroan juga mencatat penurunan 6 persen pada volume produksi menjadi 54,53 juta ton pada 2020. Kondisi makro dan industri yang sulit akibat pandemi COVID-19 memberi tekanan besar terhadap permintaan batu bara dan harga batu bara global pada 2020.
Beban pokok pendapatan turun 21 persen menjadi USD 1,95 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,49 miliar.
Beban pendapatan menyusut seiring hasil penurunan nisbah kupas maupun harga bahan bakar. Nisbah kupas pada 2020 mencapai 3,84 kali di bawah panduan yang ditetapkan sebesar 4,3 kali karena kondisi cuaca tidak mendukung pada 2020.
Biaya kas batu bara per ton (tidak termasuk royalty) turun 21 persen year on year karena perseroan mencatat nisbah kupas dan biaya bahan bakar yang lebih rendah secara year on year.
Beban usaha Adaro Energy turun 29 persen menjadi USD 165 juta pada 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya USD 233 juta. Hal ini akibat penurunan 45 persen pada beban penjualan dan pemasaran, serta penurunan 44 persen pada biaya profesional.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kinerja Ekuitas dan Kewajiban Adaro
EBITDA operasional turun 27 persen menjadi USD 883 juta pada 2020, atau sedikit lebih tinggi dari pada panduan EBITDA operasional pada 2020 yang ditetapkan pada kisaran USD 600-USD 800 juta.
Marjin EBITDA operasional tetap sehat sebesar 35 persen karena perusahaan terus meningkatkan efisiensi operasional dan pengendalian biaya di tengah penurunan harga batu bara. Selain itu, kontribusi dari bisnis non pertambangan batu bara memberikan dukungan laba di tengah kondisi yang sulit.
PT Adaro Energy Tbk membayarkan royalti kepada pemerintah Indonesia turun 29 persen menjadi USD 271 juta pada 2020. Hal ini sejalan dengan penurunan pendapatan usaha pada 2020.
Perseroan mencatat aset turun 12 persen menjadi USD 6,38 miliar pada 2020. Aset lancar turun 18 persen menjadi USD 1,73 miliar terutama karena penurunan kas dan piutang usaha dari pihak ketiga.
Aset non lancar turun 9 persen menjadi USD 4,65 miliar terutama karena penurunan investasi pada perusahaan patungan, penurunan properti tambang dan aset tetap. Pada akhir 2020, saldo kas pada posisi USD 1,17 miliar.
Kewajiban perseroan turun 25 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya menjadi USD 2,43 miliar. Hal ini seiring perseroan membayar sebagian utang bank dan membukukan penurunan kewajiban pajak yang ditangguhkan karena penurunan properti pertambangan dan penyesuaian tarif pajak.
Kewajiban lancar turun 7 persen menjadi USD 1,14 miliar, sementara kewajiban non lancar susut 36 persen secara year on year (YoY). Ekuitas turun satu persen menjadi USD 3,95 miliar pada 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya USD 3,98 miliar.
Advertisement