Tahan Serbuan Impor, Kemenperin Pacu Penggunaan Produk Logam SNI

Untuk mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif.

oleh Tira Santia diperbarui 20 Apr 2021, 16:20 WIB
(foto: BSN)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memacu penggunaan produk logam SNI untuk menekan serbuan impor. Sehingga kinerja industri logam agar bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Apalagi, kebutuhan baja saat ini semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.

“Tercatat industri logam dasar tumbuh 11,46 persen dengan meningkatnya permintaan luar negeri. Oleh karenanya, pemerintah bertekad untuk terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (20/4/2021).

Diperlukan instrumen yang mampu memacu daya saing produk nasional sekaligus menjaga kesehatan serta keselamatan konsumen dan lingkungan, termasuk di sektor industri logam.

Dengan tetap mengedepankan azas fairness dalam perdagangan internasional, implementasi SNI wajib dapat bertujuan untuk meningkatkan akses pasar luar negeri dan menekan laju impor. Penerapan instrumen berupa pemberlakuan SNI secara wajib, fokus utamanya adalah untuk produk-produk yang berkaitan dengan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L).

“Dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut,” ujar Menperin.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Cegah Produk Impor

Pekerja memasang besi saat menyelesaikan pembangunan rumah susun (Rusun) DP 0 rupiah Klapa Village, Jakarta, Kamis (11/10). Rusun ini berdiri di atas lahan seluas 1,5 hektare. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Di samping itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Doddy Rahadi menyampaikan, nilai impor untuk HS produk SNI wajib tahun 2020 sebesar Rp 102 triliun, menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 133 triliun.

“Meskipun nilai impornya menurun, saat ini terdapat 147 kode HS yang tersebar pada 28 SNI wajib sektor logam,” kata Doddy.

Untuk itu, diperlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mendukung pertumbuhan industri baja nasional. Sehingga tidak ada celah lagi membanjirnya produk-produk impor yang tidak berkualitas ke pasar dalam negeri.

Lebih lanjut, penerapan SNI wajib pada produk logam juga bertujuan untuk merealisasikan target substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022. Doddy menjelaskan, pembatasan impor terutama untuk produk yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri perlu diperkuat.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya