Liputan6.com, Jakarta - Presiden Chad Idriss Déby meninggal dunia karena luka-luka yang diakibatkan bentrokan dengan pemberontak di utara negara itu pada akhir pekan, kata militer. Pengumuman itu datang sehari setelah hasil pemilihan sementara yang diproyeksikan bahwa Idriss Déby akan memenangkan masa jabatan keenam memimpin negara di Afrika itu.
Usai insiden tersebut, oemerintah dan parlemen telah dibubarkan. Jam malam juga diberlakukan dan perbatasan telah ditutup.
Advertisement
Mengutip BBC, Selasa (20/4/2021), Idriss Déby (68) menghabiskan tiga dekade dalam kekuasaan dan merupakan salah satu pemimpin terlama di Afrika.
Sebuah dewan militer yang dipimpin oleh putra Déby, Mahamat Idriss Déby Itno, seorang jenderal bintang empat berusia 37 tahun, akan memerintah selama 18 bulan ke depan.
Mahamat Idriss Déby Itno akan memimpin dewan itu tetapi pemilihan yang "bebas dan demokratis" akan diadakan setelah masa transisi selesai, kata militer.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pemimpin Tiga Dekade
Idriss Déby berkuasa pada tahun 1990 melalui pemberontakan bersenjata. Dia adalah sekutu lama Prancis dan kekuatan Barat lainnya dalam pertempuran melawan kelompok-kelompok ekstremis di wilayah Sahel Afrika.
Menjelang pemilihan pada 11 April, Déby berkampanye dengan platform membawa perdamaian dan keamanan ke wilayah tersebut. Tapi ada ketidakbahagiaan yang tumbuh atas pengelolaan sumber daya minyak Chad oleh pemerintahnya.
Déby "menghembuskan nafas terakhirnya untuk membela negara yang berdaulat di medan perang", kata seorang jenderal militer dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di TV pemerintah.
Dia telah pergi ke garis depan, beberapa ratus kilometer di utara ibu kota N'Djamena, pada akhir pekan untuk mengunjungi pasukan yang memerangi pemberontak yang tergabung dalam kelompok yang menamakan dirinya Fakta (Front untuk Perubahan dan Kesatuan di Chad).
Didirikan pada tahun 2016 oleh mantan perwira militer yang kecewa, kelompok tersebut menuduh Presiden Déby melakukan penindasan menjelang pemilihan. Mereka membangun markas mereka di Libya di pegunungan Tibesti, yang mengangkangi Chad utara dan sebagian Libya selatan.
Pada hari pemilihan, kelompok itu melancarkan serangan di pos perbatasan dan secara bertahap maju ke N'Djamena.
Bentrokan terbaru dimulai pada hari Sabtu. Seorang jenderal militer mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa 300 pemberontak tewas dan 150 ditangkap. Lima tentara pemerintah tewas dan 36 luka-luka, katanya.
Angka tersebut tidak dapat segera diverifikasi.
Usai kejadian tersebut, beberapa kedutaan asing di ibu kota telah mendesak staf mereka untuk pergi.
Advertisement