Tips Beli Asuransi dari OJK, Harus Bawel dari Awal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti maraknya aduan masyarakat yang mengaku sebagai nasabah asuransi di media sosial.

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Apr 2021, 14:55 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti maraknya aduan masyarakat yang mengaku sebagai nasabah asuransi di media sosial. Aduan tersebut menjadi viral dan mempengaruhi kredibilitas asuransi tersebut.

Padahal, tidak semua yang dibagikan di media sosial benar adanya. Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah mengatakan, sebagian besar masyarakat terutama nasabah asuransi merasa tertipu gegara efek media.

"Kalau dicek, ternyata pengaduan di media sosial saat diklarifikasi itu tidak semua benar. Pemegang polisnya hanya 10 persen, sisanya hanya ikut meramaikan saja," kata Ahmad dalam media briefing OJK, Rabu (21/4/2021).

Ahmad bilang, berdasarkan catatan aduan yang masuk ke OJK, jumlah pemegang polis yang menyampaikan keluhan tidak sampai 100, padahal pemegang polis asuransi unit link jumlahnya mencapai 4,2 juta.

Ketika ada nasabah yang mengadu, aduan tersebut viral dan dilebih-lebihkan oleh pihak lain. Ahmad melanjutkan, OJK sendiri sudah memanggil perusahaan terkait dan melakukan klarifikasi.

"Kalau memang di beberapa ada kesalahan dari agen, kalau terbukti, tentu harus ganti. Ke depannya akan diperbaiki," kata Ahmad.

Ahmad juga mengingatkan kepada para calon nasabah asuransi untuk memahami betul polis yang akan mereka beli termasuk untung dan risikonya. "Jadi nasabah memang harus bawel di awal, jangan cuma lihat untungnya saja," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Banyak Agen Asuransi Nakal Jadi Penyebab Aduan Konsumen Meningkat

Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan konsumen pada industri asuransi terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan saat ini, OJK mencatatkan industri asuransi menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen tertinggi.

"Tahun 2019 baru 360 pengaduan. Kemudian di tahun 2020 meningkat menjadi 593 pengaduan. Di tahun 2021 ini sampai triwulan 1 mencapai 273 aduan. Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan secara internal atau kami bisa memfasilitasi untuk menyelesaikan komplainnya," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam dalam diskusi virtual yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Rabu (14/4/2021).

Ia mengatakan, pengaduan dari masyarakat terhadap industri asuransi, didominasi ketidaksesuaian penjualan (mis-selling), terutama terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked oleh agen atau tenaga pemasar produk asuransi.

"Rata-rata secara umum, memang permasalahan yang paling diadukan pertama adalah adanya ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh agen. Tidak sesuai dengan yang dijual. Kedua yang paling banyak pengaduan karena turunnya nilai investasi. Dijanjikan begini, ketika diklaim hanya segini. Ini yang kadang menjadi keributan," ungkap Agus.

Kemudian, sambungnya, kebanyakan dari pengaduan yang disampaikan juga meminta agar premi yang sudah dibayarkan selama beberapa periode dapat dimembalikan seluruhnya secara utuh.

"Padahal kita tahu, ada dua komponen. Komponen asuransi dan komponen investasi. Kalau dibalikin secara keseluruhan, sementara kita menikmati klaim asuransi yang ada, kan tidak fair juga," jelasnya.

Tak hanya itu, pengaduan lainnya yakni perihal kesulitan dalam memproses klaim yang sudah jatuh tempo tapi belum juga dibayarkan. "Permasalahan dari pengaduan terbagi empat, tapi terbanyak soal mis-selling," kata dia.

Agus menilai pengaduan terkait PAYDI atau Unit-linked tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan pelaku, mulai dari perusahaan, agen asuransi, atau bahkan masyarakat selaku nasabah itu sendiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya