Liputan6.com, Jakarta Seorang penerjemah tunarungu bersertifikat, Regan Thibodeau (42 tahun), yang menerjemahkan pengarahan COVID-19 di saluran TV di Maine menyarankan untuk sesekali menggunakan ekspresi wajah untuk berkomunikasi.
"Mengkondisikan anak untuk tidak melakukan ekspresi wajah bisa dianggap kasar dalam budaya tunarungu," tulis Thibodeau melalui email, dikutip dari NYTimes.
Advertisement
Thibodeau mengaku baru belajar bahasa isyarat saat berusia 6 tahun, karena ibunya menyangkal ketuliannya. Sehingga yang ia miliki hanyalah ekspresi wajah.
Menurutnya, darimanapun asal Anda, ekspresi wajah merupakan alat yang ampuh untuk komunikasi sosial, meskipun tidak ada kata-kata yang terucap, seperti kesakitan, rasa cinta, ketakutan, dan kesenangan.
Lemaskan wajah tegang Anda dan biarkan pengalaman mengatur ekspresi wajah Anda. Maka ekspresi yang dihasilkan tidak hanya sebatas menyeringai atau tersenyum, bahkan bisa menjadi bentuk linguistik tingkat lanjut.
Dalam bahasa isyarat Amerika, ekspresi wajah memberi pengaruh dalam tata bahasa. Dengan berlatih, ekspresi yang Anda tunjukkan bisa mengkomunikasikan sesuatu, misal dengan membuka mata lebar-lebar untuk menunjukkan ekspresi terkejut.
Simak Video Berikut Ini:
Kursus bahasa isyarat
Untuk meningkatkan variasi ekspresi wajah Anda, ia menyarankan untuk mengikuti kursus bahasa isyarat.
Thibodeau yang juga merupakan seorang pengajar bahasa isyarat mengarahkan siswanya untuk memerankan sebuah cerita dalam diam, hanya menggunakan ekspresi wajah saja. Ia menggambar ilustrasi pada setiap morfem mulut, postur bibir dan lidah yang bertindak sebagai kata sifat dan kata keterangan.
Untuk lebih fasih, Thibodeau menyarankan untuk merasakan langsung budaya tunarungu, seperti tinggal bersama, belajar dan bekerja bersama orang tunarungu.
Mereka yang paling fasih dalam bahasa wajah cenderung terlahir tuli. Bahkan penerjemah bahasa isyarat bisa kesulitan berkomunikasi dengan wajah mereka, sehingga sebagian besar berjuang dengan apa yang Thibodeau sebut sebagai 'aksen pendengaran'.
Thibodeau menafsirkan dengan “cara yang berpusat pada tuli,” membuat kombinasi makna morfologis, sintaksis, dan emosional dengan wajahnya yang hanya bisa datang dari praktik seumur hidup.
Advertisement