Benarkah Investasi Mata Uang Kripto Lebih Menarik dari Saham?

APEI menyatakan, bila profil investor yang investasi mata uang kripto dengan saham berbeda, sehingga tak ada alasan untuk berpindah haluan.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 22 Apr 2021, 03:21 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang kripto semakin menunjukan taringnya selama pandemi COVID-19. Mulai dari miliarder hingga perusahaan keuangan ramai-ramai berburu investasi pada sistem baru ini, walhasil sejumlah mata uang kripto kian meningkat.

Sejalan dengan itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan transaksi harian saham selama tiga hari ternyata menurun, lalu benarkah investasi mata uang kripto lebih menarik saat ini?

Melihat hal ini, Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo menegaskan bila investasi ini lebih berisiko.

"Loh menarik enggak menarik harus tanya investornya, yang jelas lebih berisiko," kata dia kepada Liputan6.com.

Selain itu, Rudy menegaskan bila profil investor yang investasi mata uang kripto dengan saham berbeda, sehingga tak ada alasan untuk berpindah haluan.

"Kaya dana pensiun, asuransi kan enggak mungkin masuk kesana, masuknya pasti ke pasar modal, ini lagi happening. Japi enggak serta merta investor pasar modal pindah ke sana," ujarnya.

Tak hanya itu, Analis Binaartha Sekuritas, M. Nafan Aji Gusta menyebut, ketertarikan investor untuk melakukan investasi mata uang kripto sangat subjektif.

"Enggaklah, tetap saja banyak yang investasi saham. Semua investasi kalau menurut saya, resikonya itu yang difikirkan. Jadi kalau bilang lebih menarik itu sangat subjektif," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Transaksi Harian Saham Menyusut

Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, transaksi harian saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) berkurang sejak akhir pekan lalu. Transaksi harian saham tercatat di bawah Rp 10 triliun sejak awal April 2021.

Bahkan transaksi harian saham tercatat Rp 7,6 triliun pada 21 April 2021. Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,75 persen ke 5.993,24

pada penutupan sesi II, Rabu, 21 April 2021. Melihat hal ini, Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo menegaskan, penurunan yang terjadi tak ada kaitannya dengan Ramadan.

"Kalau menurut saya transaksi apapun ada siklus, kapan ramai, kapan sepi. Ada siklus kapan naik, kapan turun. Ini masih biasa, memang secara volume transaksi memang turun tapi kalau lihat tahun lalu Maret April kan juga sepi," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu, 21 April 2021.

Meski demikian, Rudy tak menampik bila fenomema bitcoin saat ini banyak dilirik investor. Namun, Ia menegaskan profil investor yang investasi di saham dan bitcoin berbeda. "Memang sekarang ini katanya lari ke bitcoin, padahal bitcoin ini kan sudah dari beberapa tahun lalu ya. Mungkin sekarang lagi euforia saja, ada kenaikan bitcoin. Tapi menurut saya sejauh ini traksaksi masih cukup wajar untuk penurunan," ujarnya.

Analis Panin Sekuritas, William Hartanto menjelaskan, tren penurunan ini juga dibayangi potensi perpindahan ke bitcoin. Hal ini menyusul IPO besar-besaran Coinbase beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya, juga ada sejumlah perusahaan besar seperti Tesla yang mengumumkan untuk memperbolehkan bitcoin sebagai alat pembayaran produknya. Disisi lain, saat ini bertepatan dengan momentum bulan Ramadan. Sehingga transaksi harian memang cenderung sepi.

“Faktor yang disebutkan itu benar semua. Memang ada perpindahan ke crypto, dan transaksi yang menurun di pertengahan tahun, ini selalu terjadi,” kata William kepada Liputan6.com, Rabu.

William mengaku tak ada strategi investasi khusus dalam situasi seperti ini. Sebab, siklus ini kerap terjadi tiap tahunnya dan umumnya berlangsung sementara. Sehingga tak ada strategi khusus yang diperlukan.

“Strateginya sama saja dengan yang selama ini dijalankan. Tidak perlu ada perubahan, Karena nilai transaksi yang menurun hanya membuat masa trading jadi sedikit lebih lama saja,” kata dia.

Sebelum Ramadan, transaksi harian saham pada 1 April 2021 tercatat Rp 9,6 triliun. Kemudian transaksi sebanyak Rp 8,2 triliun pada 5 April 2021. Selanjutnya pada 6 April 2021, tercatat transaksi harian saham Rp 9,4 triliun. Pada 7 April 2021 tercatat Rp 9 triliun.

Memasuki Ramadan, transaksi harian saham pun masih di bawah Rp 10 triliun. Pada 12 April 2021, transaksi harian saham tercatat Rp 9,6 triliun. Kemudian pada 13 April 2021 tercatat Rp 9,3 triliun. Transaksi harian saham kembali di atas Rp 10 triliun pada 14 April 2021 yang mencapai Rp 19,2 triliun.

Kemudian transaksi kembali di bawah Rp 10 triliun pada 16 April 2021. Transaksi harian saham mencapai Rp 9,6 triliun. Hal itu berlanjut pada 21 April 2021. Transaksi harian saham mencapai Rp 7,6 triliun.

IHSG pun alami koreksi dalam tiga hari ini. Pada 19 April 2021, IHSG turun 0,55 persen ke posisi 6.052. Hal itu berlanjut pada 20 April 2021. IHSG tergelincir 0,23 persen ke posisi 6.038. Pada Rabu, 21 April 2021, IHSG melemah 0,75 persen ke posisi 5.993,24.

Selain itu, Analis Binaartha Sekuritas, M. Nafan Aji Gusta menyebut, ada beberapa hal yang mempengaruhi penurunan IHSG, salah satunya kasus Covid-19 yang meningkat secara global. "Lebih pengaruh ke sentimen global dan domestik. Untuk domestik, Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 4,1 hingga 5,1 persen pada 2021, lalu kabar reshuffle kabinet juga menarik," kata Nafan kepada Liputan6.com.

Untuk sentimen global, Nafan menyebut adanya ketegangan antara Rusia dengan Ukraina juga menjadi salah satu sentimen yang mampu mempengaruhi laju IHSG. "Kalau Ramadhan enggaklah menurut saya. Bitcoin juga enggak terlalu besar, sejak dulu sudah ada forex," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya