Liputan6.com, Jakarta Dokter juga manusia biasa yang punya rasa cemas dan takut. Hal itu juga pernah dirasakan dokter spesialis anak Sri Riyanti Windesi di awal-awal menangani kasus COVID-19 di Tanah Papua.
"Jujur sebagai manusia biasa pada awal merawat pasien COVID-19 saya sangat takut dan cemas. Apalagi setiap hari mendengar berita teman sejawat yang berguguran akibat COVID-9," kata Sri Riyanti.
Advertisement
Bukan cuma dirinya, keluarga yang di rumah juga cemas ketika Sri Riyanti ikut menangani pasien COVID-19. Meski ada kecemasan dari keluarga, orang-orang terdekat Sri Rianti selalu mendukungnya serta tak bosan-bosannya mengingatkan untuk selalu patuh protokol kesehatan.
Dia sempat berandai-andai bila boleh memilih tentunya ingin tinggal di rumah saja agar tidak diliputi kecemasan menjadi sumber penularan bagi orang di rumah.
"Dalam benak saya, bila memang takdir membuat saya terkena paling tidak keberadaan saya memberi manfaat buat orang lain, soal hidup dan mati biarlah menjadi rahasia Allah SWT," kata Sri Riyanti dalam rilis resmi dari KPCPEN.
Sri Riyanti juga menyayangkan mengenai sebagian orang yang tidak percaya adanya pandemi COVID-19. Belum lagi tudingan pihak luar dinilai sengaja membuat seseorang dalam situasi tampak buruk agar bisa meng-covid-kan pasien demi mendapat keuntungan.
"Sedih bila ada keluarga pasien yang menghujat nakes, mengatakan kami sengaja meng-covidkan semua pasien," ujar dokter kelahiran Kota Biak, Papua ini.
Wanita yang saat ini tengah mengabdi di RSUD Selebesolu Kota Sorong, Papua Barat ini pun juga menyayangkan jika ada keluarga pasien yang tidak jujur. Misalnya menyembunyikan hasil tes rapid anaknya yang reaktif yang membuat banyak tenaga kesehatan ikut terpapar. Apalagi awal pandemi jumlah Alat Pelindung Diri masih sangat terbatas.
Makin Tenang, Berusaha Berdamai dengan Pandemi
Hal lain yang tetap membuatnya kuat menghadapi kondisi ini adalah masih banyak teman, sahabat, keluarga yang mengapresiasi pekerjaan tenaga kesehatan. Mereka juga juga mendoakan agar tetap semangat dan menjaga diri. Tentu itu semua sangat membantu mengembalikan semangat dan menguatkan saat merasa lelah dan frustrasi.
"Alhamdulillah makin kesini saya makin tenang, makin bisa berdamai dengan pandemi ini, apalagi setelah makin banyak orang mendapat vaksinasi. Protokol kesehatan akhirnya menjadi prosedur tetap yang mengalir begitu saja, menjadi kebiasaan sehari-hari," ungkap wanita lulusan Universitas Airlangga ini.
Kondisi kasus COVID-19 usia anak di wilayah tugasnya, Kota Sorong, menurut Sri Riyanti fluktuatif. Kebanyakan kasus anak adalah klaster keluarga dimana satu keluarga terpapar COVID-19 bersama.
Hal ini sepertinya akibat mulai aktifnya kegiatan di luar rumah. Banyak acara keluarga seperti pesta nikah, arisan keluarga, juga mulai masuk sekolah. Selain itu juga sebagian masyarakat sudah mulai abai terhadap protokol kesehatan sehingga kasus cenderung mulai meningkat,
Selain itu banyak orangtua yang menolak perawatan bila anaknya dicurigai terpapar COVID-19 dan memilih pulang serta menolak pemeriksaan lanjutan.
"Kasus kematian mulai meningkat lagi meskipun pada anak hingga saat ini sangat jarang dan semoga tidak ada," katanya.
Bagi masyarakat yang masih abai terhadap protokol kesehatan Sri Riyanti mengingatkan bahwa ada banyak bukti dalam setahun terakhir yang sakit bahkan meninggal karena COVID-19.
Ada juga yang beralasan sudah divaksin sehingga merasa tidak akan tertular COVID-19. Padahal tidak begitu.
"Sudah divaksin bukan berarti kebal, vaksinasi covid hanya salah satu cara menurunkan tingkatpenularan, prokes tetap wajib dijalankan," katanya.
Terakhir, Sri Riyanti berharap, pandemi segera berakhir sehingga semua bisa melewati tanpa kehilangan orang-orang yang disayangi. Untuk itu diperlukan partisipasi aktif semua orangdengan mematuhi protokol kesehatan dan ikut vaksinasi.
"Semoga kita bertemu di waktu yang akan datang tanpa ketakutan, rasa cemas, bisa menghirup udara bebas," pungkasnya.
Advertisement