Liputan6.com, Jakarta - PT Astra International Tbk (ASII) menyuntikkan modal ke dua perusahaan rintisan atau startup, yakni Halodoc dan Sayurbox. Total nilai investasi yang gelontorkan ASII ke dua startup yang tengah berkembang di Indonesia itu mencapai USD 40 juta.
Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII) Djony Bunarto Tjondro menjelaskan, Astra tertarik berinvestasi dengan dua perusahaan rintisan itu lantaran ada kesamaan visi dan misi dalam pengembangan bisnis berbasis digital. Sehingga, investasi tersebut diyakini akan berdampak baik bagi percepatan transformasi bisnis berbasis digital oleh perseroan
Advertisement
"Di Astra kita sudah serius melakukan banyak hal termasuk digitalisasi sejak beberapa tahun terakhir ini. Jadi, digitalisasi di Astra bukan hanya investasi terhadap untuk mendapatkan pertumbuhan in organic. Tetapi juga termasuk modernisasi yang kita lakukan untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan dari Astra sendiri tetap relevan," ungkap dia dalam sesi dalam sesi teleconference RUPST ASII, Kamis (22/4/2021).
Djony merinci, ketertarikan Astra untuk berinvestasi di Halodoc lantaran perusahaan rintisan itu dinilai memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas dan baik. Yakni mengurangi ketimpangan layanan kesehatan di tanah air.
"Kalau kita lihat Halodoc, itu adalah platform layanan kesehatan mempunyai satu misi untuk mengurangi ketimpangan akses pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini satu bisnis case yang sang jelas dan mempunyai satu tujuan yang baik," terangnya.
Serupa dengan Halodoc, keputusan untuk berinvestasi di Sayurbox lantaran startup tersebut juga dianggap telah memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas dan baik. Diantaranya dengan menyediakan fresh produce dari petani untuk bisa bisa langsung sampai ke tangan pelanggan.
"Ini juga satu bisnis yang baik. Jadi, bagi Astra selain kita modernisasi di internal secara in organik kita juga ingin lebih agresif melihat peluang secara anorganik, termasuk di startup yang berbasis teknologi," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjualan Kendaraan Ambles, Laba Grup Astra Turun 22 Persen di Kuartal I 2021
Sebelumnya, PT Astra International Tbk mengumumkan laporan keuangan di sepanjang kuartal I 2021. Pada periode tersebut, holding grup Astra memperoleh laba bersih Rp 3,728 triliun, menurun 22 persen secara tahunan (year on year) dibanding periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,810 triliun.
Senada, pendapatan bersih perusahaan juga turun 4 persen secara year on year, dari Rp 54,002 triliun pada kuartal I 2020 menjadi Rp 51,7 triliun di kuartal I 2021.
"Pendapatan dan laba bersih grup Astra pada kuartal pertama tahun 2021 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mengingat tahun lalu pandemi baru mulai memengaruhi ekonomi Indonesia dan kinerja bisnis secara substansial pada bulan Maret2020," ujar Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro dalam laporan tertulisnya, Rabu (21/4/2021).
"Walaupun kinerja usaha grup Astra perlahan membaik pada beberapa bulan terakhir, prospek kinerja tahun ini masih dibayangi oleh ketidakpastian akibat dampak dari pandemi yang masih berlanjut," tambah Djony.
Pada kuartal I 2021, penjualan mobil secara nasional turun 21 persen menjadi 187 ribu unit. Sementara penjualan mobil Astra ambles 24 persen menjadi 99 ribu unit dengan pangsa pasar menurun dari 55 persen menjadi 53 persen.
Sementara penjualan sepeda motor secara nasional menurun 18 persen menjadi 1.294.000 unit pada triwulan pertama tahun ini. Di sisi lain, penjualan Astra atas sepeda motor Honda terpangkas 17 persen menjadi 1.008.000 unit, namun pangsa pasar sedikit meningkat.
Advertisement
Komponen Otomotif
Bisnis komponen otomotif grup dengan kepemilikan 80 persen, PT Astra Otoparts Tbk (AOP), mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 43 persen menjadi Rp 164 miliar pada kuartal pertama 2021. Terutama disebabkan meningkatnya keuntungan selisih kurs, meskipun pendapatan dari segmen pabrikan menurun.
Secara umum, laba bersih yang diatribusikan kepada grup holding Astra mayoritas mengalami penurunan. Terkecuali untuk sektor bisnis properti yang menyumbang peningkatan 23 persen dari Rp 40 miliar menjadi Rp 49 miliar, dan sektor alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi yang naik 3 persen dari Rp 1,052 triliun menjadi Rp 1,088 triliun.