R&I Pertahankan Peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia di Level Investment Grade

Keputusan afirmasi rating Indonesia di level investment grade tersebut menurut R&I didukung oleh tiga faktor utama.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Apr 2021, 17:25 WIB
Warga berada di sekitar Spot Budaya Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pemeringkat Rating and Investment Information Inc. (R&I) mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 22 April 2021.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan,  afirmasi rating Indonesia di level investment grade tersebut menunjukkan keyakinan stakeholder internasional atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia di tengah pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional." jelas Perry dalam keterangan tertulis, Kamis (22/4/2021).

Keputusan afirmasi rating Indonesia di level investment grade tersebut menurut R&I didukung oleh tiga faktor utama. Pertama, ekonomi Indonesia diperkirakan kembali tumbuh ke level sebelum pandemi Covid-19 dalam satu hingga dua tahun ke depan. Sementara, reformasi struktural yang ditempuh pemerintah diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi potensial dalam jangka menengah dan panjang.

Kedua, rasio utang pemerintah tetap rendah di tengah tekanan fiskal yang meningkat. Disiplin kebijakan fiskal yang ditempuh selama ini akan mendorong perbaikan keseimbangan fiskal dalam beberapa tahun ke depan.

Ketiga, resiliensi ekonomi terhadap guncangan sektor eksternal tetap terjaga didukung respons kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia serta cadangan devisa yang memadai.

 


Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Anak-anak bermain di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Bank Indonesia memperkirakan ekonomi akan tumbuh 4,1 persen-5,1 persen pada 2021, setelah terkontraksi 2,1 persen pada 2020. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus melanjutkan upaya reformasi.

Pada November 2020, Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan untuk mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja. Untuk menarik investasi asing dalam pembiayaan proyek khususnya infrastruktur, pemerintah telah membentuk sovereign wealth fund dan secara intensif mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

Didukung oleh berbagai inisiatif tersebut, R&I memperkirakan ekonomi Indonesia mampu tumbuh pada kisaran 5 persen dalam jangka menengah.

Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan pada 2020 menyempit menjadi 0,4 persen dari PDB dipengaruhi oleh pelemahan permintaan domestik dan penurunan harga minyak. Dalam beberapa tahun ke depan, R&I memperkirakan defisit transaksi berjalan berkisar 1-2 persen seiring dengan perbaikan permintaan domestik yang akan mendorong kenaikan impor.

Cadangan devisa pada akhir Maret 2021 mencapai US$137,1 miliar, setara dengan 10 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah sehingga dapat menjamin kecukupan likuiditas valas.

 


Sisi Fiskal

Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski pertumbuhan ekonomi masih di level negatif, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut setidaknya ada perbaikan di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dari sisi fiskal, pada tahun 2020 pemerintah melonggarkan sementara batas atas defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB untuk merespons pandemi Covid-19. Belanja fiskal untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah mendorong pelebaran defisit hingga mencapai 6,1 persen dari PDB pada 2020.

Defisit fiskal pada 2021 diperkirakan sebesar 5,7 persen dari PDB, seiring berlanjutnya kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pemulihan ekonomi. Pemerintah akan kembali menurunkan defisit menjadi maksimal 3 persen pada tahun 2023.

Pada 2020, rasio utang pemerintah meningkat menjadi 39,4%, masih rendah dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama dengan beban bunga yang masih terjaga.

R&I sebelumnya telah menaikkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari BBB/outlook stabil menjadi BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 17 Maret 2020.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya