Bola Ganjil: Skandal Mengiringi Sukses Raymond Goethals

Raymond Goethals merupakan salah satu pelatih sepak bola terbaik. Namun skandal kerap mengiringi prestasinya.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 23 Apr 2021, 00:30 WIB
Raymond Goethals merupakan salah satu pelatih sepak bola terbaik. Namun skandal kerap mengiringi prestasinya. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Entah apa salah Raymond Goethals. Noda kerap muncul di balik kesuksesannya.

Goethals bermain sebagai penjaga gawang. Dia menghabiskan mayoritas karier bersama Daring Club Bruxelles. Selain itu sosok kelahiran Forest ini juga pernah membela Racing Club Brussels, RFC Hannutois, dan AS Renaisienne.

Gantung sepatu pada 1957, Goethals mulai meniti karier sebagai pelatih. Setelah menimba pengalaman di Hannutois dan Waremme, dia memimpin Sint-Truiden ke peringkat dua Liga Belgia 1966.

Capaian tersebut meyakinkan Federasi Sepak Bola Belgia untuk mempekerjakannya sebagai asisten pelatih tim nasional Constant Vanden Stock.

Selama dua tahun di sana, dia kemudian dipromosikan ke posisi utama. Tugas pertamanya adalah meloloskan tim ke Piala Dunia 1970, misi yang dipenuhi meski kemudian tim tersisih di babak pertama.

Goethals lalu membawa Belgia menempati peringkat tiga Piala Eropa 1972, capaian terbaik mereka di pentas internasional hingga saat itu.

Tidak hanya itu, Goethals juga bangga dengan capaian mengimbangi Belanda tanpa gol pada dua pertemuan di kualifikasi Piala Dunia 1974. Belgia mengakhiri penyisihan tanpa kemasukan sekalipun. Namun, mereka gagal lolos ke turnamen utama karena kalah produktivitas gol melawan sang tetangga.

Saksikan Video Berikut Ini


Skandal Menyuap

ilustrasi BOLA GANJIL (Liputan6.com/Abdillah)

Goethals meninggalkan jabatan timnas dan kembali bekerja di level klub. Menerima pinangan Anderlecht, dia sukses membawa klub mencapai final Piala Winners di musim pertamanya.

Pada kampanye kedua, Goethals mempersembahkan titel Piala Winners bagi klub. Dia kemudian berpetualang ke Prancis (Girondins Bordeaux) dan Brasil (Sao Paulo) sebelum pulang untuk melatih Standard Liege.

Kembali Goethals meraih prestasi. Dia membantu klub menjadi juara Belgia 1982 dan 1983, serta masuk laga puncak Piala Winners 1982. Namun, di balik capaian itu, tanda tanya mulai muncul di balik capaian Goethals.

Gelar liga 1982 milik Standard Liege digugat dua tahun berselang. Pasalnya, Goethals mengaku menyuap pemain Waterschei jelang laga terakhir kompetisi. Selain untuk memastikan titel, dia juga meminta lawan tidak mencederai anak asuhnya. Tujuannya agar Standard Liege bisa menurunkan pemain terbaik pada final Piala Winners melawan Barcelona.

Goethals terpaksa mengundurkan diri akibat skandal ini. Dia lalu pergi ke berbagai penjuru Eropa untuk menangani Vitoria Guimaraes, Racing Jet de Bruxelles serta menjalani periode kedua bersama Anderlecht dan Bordeaux.


Sukses di Prancis

bola ganjil (Liputan6.com/Abdillah)

 

Keberhasilan membawa Bordeaux menempati posisi runner-up meyakinkan Olympique Marseille untuk mempekerjakannya pada 1990. Tugas utamanya adalah membawa klub berjaya di Eropa.

Pada kampanye perdana dia langsung mendorong tim ke final Piala Champions. Sayang Marseille kalah adu penalti dari Red Star Belgrade. Meski begitu, Goethals mulai mendapat pengakuan dan terpilih sebagai pelatih terbaik versi Onze Mondial.

Goethals lalu kembali membantu Marseille ke laga puncak Piala Champions 1993. Kali ini dia mencicipi kemenangan meski menghadapi AC Milan yang jauh diunggulkan. Goethals memperkaya prestasinya dengan membantu Marseille bertakhta di Prancis untuk tiga musim secara beruntun. Dengan capaian tersebut, dia memutuskan pergi.


Gelar Dicopot

Ilustrasi Sepak Bola. (Photo by Emilio Garcia on Unsplash)

Berniat pensiun dan menikmati masa tenang, Goethals justru mendapat kabar buruk. Prestasi Marseille menjadi juara Prancis 1993 mendapat sorotan.

Sebanyak tiga pemain Valenciennes mengaku mendapat uang untuk tampil di bawah standar melawan Marseille.

Akibat skandal ini, Marseille dilarang mempertahankan gelar Piala Champions dan dihukum degradasi ke Divisi II.

Sedikit kabar baik bagi Goethals, setidaknya tidak ada yang mempertanyakan keberhasilan Marseille berjaya di Eropa. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya