Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat kehidupan masyarakat seantero jagat berubah seketika dan harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, seperti memakai masker. Di Jepang, Covid-19 mulai menyebar sekitar Februari 2020 dan kini telah lebih dari setahun berlalu setelah masa itu.
Dilansir dari laman Japan Today, Jumat (23/4/2021), meningkatnya jumlah kasus selama beberapa pekan terakhir, pakar virus menyebut Jepang memasuki mode gelombang keempat. Beberapa wilayah, seperti Tokyo, Osaka, dan Hyogo bersiap untuk keadaan darurat ketiga yang akan diumumkan hari ini.
Hidup di masa adaptasi kebiasaan baru adalah dengan menerapkan sederet protokol kesehatan guna menekan trasmisi Covid-19. Masyarakat diimbau untuk memakai masker, memeriksa suhu tubuh, sering disinfeksi, serta tidak pergi ke acara yang tak penting.
Baca Juga
Advertisement
Namun pada 19 April lalu, sebuah proyek bertajuk "Hari Piknik Tanpa Masker Nasional" jadi trending di Twitter. Rencananya, para peserta akan berkumpul pada 1--2 Mei 2021 di taman-taman di seluruh Jepang dari Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, Ibaraki, Osaka, Kyoto, Hyogo, Hiroshima, Kagawa, Fukuoka, Kagoshima, Okinawa dan lainnya untuk piknik tanpa masker.
"Mengapa orang yang berpikiran sama tidak terhubung satu sama lain, menghirup udara segar, tertawa, dan menunjukkan wajah mereka yang sebenarnya untuk sedikit kesenangan?" demikian bunyi situs web tersebut.
Rencana itu lantas menyebar ke seluruh Twitter dan menuai kecaman. Warganet mayoritas menyebut proyek itu berbahaya dan harus dihentikan. Ditambah, piknik tersebut dapat menimbulkan masalah bagi institusi medis.
Sehari setelah pengumuman rencana itu, penyelenggara memperbarui situs web mereka untuk mengumumkan pembatalan acara. Mereka juga menyertakan keterangan yang cukup panjang.
"Karena penyebaran yang tidak terduga dari acara ini dan pemberitaan media, kami telah melihat banyak fitnah dan fitnah pribadi, dan setelah mempertimbangkan keselamatan para peserta, kami memutuskan untuk membatalkan seluruh acara," bunyi keterangan itu.
"Demi anak-anak yang terpengaruh secara fisik dan mental karena tidak dapat melihat ekspresi wajah satu sama lain, untuk anak-anak yang telah kecanduan masker dan untuk bayi yang sedang mengembangkan pengenalan wajah, kami ingin membiarkan mereka hidup di dunia tanpa masker," lanjut mereka.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bukan Momen yang Tepat
Penyelenggara juga menyebut ini adalah pemikiran para perencana dan pendukung. Mereka percaya, tindakan penanggulangan yang berlebihan terhadap penyakit menular tanpa mempersoalkan ketakutan akan Covid-19 akan berdampak negatif bagi pertumbuhan anak-anak. Maka itu, mereka memutuskan untuk meluncurkan acara ini.
"Demi senyum anak-anak dan masa depan Jepang, kami akan terus melangkah dengan keyakinan. Kami berharap kehidupan setiap orang dapat segera kembali normal, sehingga mereka dapat hidup bebas, bahagia, dan dengan senyuman di wajah mereka," jelas penyelanggara.
Saat diumumkan proyek akan dibatalkan, "pembatalan total" mulai trending di Twitter. Banyak orang memiliki pendapat yang beragam mengenai bagaimana proyek tersebut dibatalkan.
"Tentu saya ingin kembali ke kehidupan normal. Tapi saya tidak bisa tidak bertanya-tanya apakah ini waktu yang tepat untuk melakukan ini demi anak-anak," kata warganet.
"Saya tidak ingin membebani staf medis karena infeksinya masih menyebar dan institusi medis mengalami kesulitan," lanjut seorang warganet.
"Saya berharap mereka akan mendengarkan pendapat yang berlawanan daripada hanya mengatakan 'karena fitnah'," tambah warganet lainnya.
Advertisement