Ekonomi Digital Indonesia Bisa Tembus USD 44 Miliar, Ini Syaratnya

Bahkan, potensi ekonomi digital bisa meningkat hingga 3 kali lipat dari USD 44 miliar.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Apr 2021, 12:43 WIB
Nasabah beraktivitas di salah satu kantor cabang digital Bank BNI di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 diprediksi mampu mencapai USD 124 miliar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan ekonomi digital berpotensi menghasilkan hingga USD 44 miliar. Jika Indonesia bisa membangun infrastruktur digital dan mengembangkan ekonomi digital sendiri.

“Karena bahkan sebelum terjadinya covid-19 kita melihat ekonomi digital itu memiliki dampak dan potensi yang luar biasa saja. Ada potensi hingga USD 44 miliar yang bisa tercipta, apabila Indonesia bisa membangun infrastruktur digital dan mengembangkan ekonomi digital sendiri,” kata Sri Mulyani, Jumat (23/4/2021).

Bahkan, potensi ekonomi digital bisa meningkat hingga 3 kali lipat mencapai USD 124 miliar dari USD 44 miliar. Ini jika memang Indonesia benar-benar fokus membangun dan mengembangkan infrastruktur digital secara menyeluruh di seluruh daerah.

“USD 44 billion (miliar) bisa meningkat menjadi USD 124 billion (miliar), ini adalah sesuatu potensi yang luar biasa 3 kali lipat potensi ekonomi bisa meningkat dengan adanya infrastruktur digital,” ujar dia.

Oleh karena itu, adanya pandemi covid-19 menghadirkan dampak negatif dan positif. Dampak negatifnya, jelas pandemi berpengaruh terhadap sektor kesehatan yang terganggu. Namun dampak positifnya, mau tidak mau seluruh dunia dipaksa untuk beralih ke platform digital.

“Pertemuan fisik dibatasi menjadi suatu keharusan ada suatu statement bahwa Chief information officer yang paling efektif di dunia ini adalah covid-19, kalau pakai bahasa Islam menghijrahkan seluruh kegiatan orang adalah pindah ke platform digital,” katanya.

 

Saksikan Video Ini


Tantangan

Karyawan BI melakukan transaksi menggunakan QR Code Indonesian Standard (QRIS) di kantor BI, Jakarta, Sabtu (17/8/2019). QRIS merupakan transformasi digital pada Sistem Pembayaran Indonesia sangat membantu percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia. (Liputan6.com/HO/Rizal)

Persoalannya tentu untuk saling menjaga jarak dan kemudian teknologi digital diharapkan menjadi solusi.

Maka tantangan yang muncul adalah apakah semua negara memiliki infrastruktur digital? tentunya untuk negara-negara maju tidak menjadi persoalan.

Namun berbeda dengan Indonesia, sebab negara ini merupakan negara geografis dengan jumlah kepulauan yang cakupannya lebih luas.

Banyak daerah 3T (tertinggal-terdepan-terluar) yang masih belum terjangkau dengan internet, bahkan banyak penduduk miskin yang masih membutuhkan bantuan alih-alih bantuan infrastruktur digital.

“Saat ini banyak kita menggunakan anggaran kita untuk memprioritaskan kepada daerah-daerah di mana lebih dari 12.000 ribu kita sebut sebagai daerah 3T. Ada 12.377 layanan publik itu termasuk Desa, puskesmas, dalam hal itu berarti di situ akan ada sekolah sekolah dasar, pesantren yang masih belum tercakup atau belum memiliki fasilitas 4G,” ungkapnya.

Sehingga kualitas komunikasinya saat tidak reliabel aksesnya. Maka pemerintah dalam tahun 2021 menyediakan anggaran yang cukup signifikan untuk menjangkau 12.377 lokasi layanan publik tersebut.

“Selain yang selama ini kita sudah menggunakan Palapa ring fiber optic, kita melakukan juga baik Backbone Palapa ring vector optik masih di suplemen dengan 5.053 GPS dibangun untuk bisa menjangkau tadi 12.377 lokasi layanan publik,” jelasnya.

Dengan demikian, Menkeu berharap dengan dibangunnya infrastruktur digital maka akan banyak manfaat yang diperoleh bagi masyarakat, sehingga nantinya juga berpengaruh terhadap perekonomian.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya