Liputan6.com, Jakarta - Kesetaraan gender bukan tentang laki-laki lebih dari perempuan dan sebaliknya. Melainkan bagaimana keduanya bekerja sama dan saling membantu dalam berbagai aspek kehidupan.
Hal ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.
Advertisement
Walau demikian, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, sekaligus Co-Founder Aliansi Laki-laki Baru, Nur Hasyim mengatakan masih ada nilai-nilai yang diyakini sebagian laki-laki bahwa posisi pimpinan adalah otoritas kaum laki-laki.
Oleh karenanya, transformasi terhadap nilai atau pemahaman tersebut menjadi penting untuk diterapkan oleh kaum laki-laki, katanya.
“Transformasi nilai atau pemahaman kepada laki-laki berarti mendorong laki-laki agar memiliki empati, terutama dari keuntungan atau kenyamanan, baik secara biologis maupun sosial yang dimiliki kaum laki-laki,” ujar Hasyim dalam keterangan pers KemenPPPA, dikutip Sabtu (24/4/2021).
“Kedua adalah berbagi ruang, dalam arti berbagi kekuasaan dengan kaum perempuan, baik di sektor ekonomi, politik, dan sosial. Ketiga, laki-laki harus berhenti memonopoli ruang. Keempat, berbagi peran dan tanggung jawab, baik di sektor publik maupun domestik,” tambahnya.
Simak Video Berikut Ini
Tak Boleh Berhenti di Depan Rumah
Nur Hasyim juga menekankan kesetaraan gender tidak boleh berhenti hanya di depan rumah. Kesetaraan gender harus masuk ke dalam rumah, termasuk di ruang-ruang yang paling privat.
“Kita harus saling berbagi peran dalam mencukupi kebutuhan hidup yang merupakan kebutuhan setiap manusia,” katanya.
Dalam keterangan yang sama, pengamat sosial, Maman Suherman yang hadir sebagai narasumber mengatakan masalah kekerasan seksual, perkawinan anak, keterbatasan akses, perbedaan upah, angka kematian ibu, dan stunting bukan hanya permasalahan perempuan, tapi masalah kemanusiaan.
Maman juga mendorong agar semua masyarakat memberi kesempatan dan meyakinkan kaum perempuan untuk bersuara dalam suatu forum, karena mereka memiliki perspektif bagi dirinya sendiri.
“Sama halnya dengan laki-laki, perempuan juga merupakan produsen pengetahuan dan perspektif. Beri dia ruang terbaik dan yakinkan perempuan untuk bersuara dalam suatu forum, serta ikut berperan menjadi narasumber.”
“Perempuan bukanlah objek sebuah keputusan, tapi subjek sebuah keputusan. Perempuan adalah advokat terbaik bagi dirinya,” tutup Maman.
Advertisement