Liputan6.com, New York City - Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang memperjuangkan keterlibatan dengan Myanmar untuk mempromosikan perubahan demokrasi, mengaku "terkejut dengan kekerasan yang memilukan." Kekerasan yang dimaksud oleh Barack Obama yaitu, perbuatan yang telah digunakan militer terhadap warga sipil setelah merebut kekuasaan dalam kudeta
Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (27/4/2021), dalam pernyataan yang jarang terjadi, Obama mendukung upaya pemerintahan Joe Biden dan negara-negara yang berpikiran sama untuk membebankan akibat pada jenderal Myanmar dalam upaya memulihkan demokrasi.
Advertisement
"Upaya militer yang tidak sah dan brutal untuk memaksakan kehendaknya setelah satu dekade kebebasan yang lebih besar jelas tidak akan pernah diterima oleh rakyat dan tidak boleh diterima oleh dunia yang lebih luas," katanya.
Barack Obama mendesak orang-orang di Myanmar "terus menjalin solidaritas antar kelompok etnis dan agama".
"Ini adalah masa-masa kelam, tetapi saya tersentuh oleh persatuan, ketangguhan, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang ditunjukkan oleh begitu banyak orang Burma, yang menawarkan harapan untuk masa depan yang bisa dimiliki Myanmar melalui para pemimpin yang menghormati keinginan rakyat," kata mantan presiden.
Komentarnya datang setelah KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta yang mengundang ketua junta Min Aung Hlaing, dengan tuan rumah Indonesia mendesak diakhirinya kekerasan.
Saksikan Video Berikut Ini:
Ratusan Orang Tewas
Militer Myanmar pada 1 Februari 2021 menggulingkan pemerintah terpilih dan menangkap pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Sebuah kelompok pemantau aktivis mengatakan lebih dari 750 orang telah tewas dan 3.431 ditahan sejak tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta.
Ini merupakan perubahan besar dari harapan yang tinggi satu dekade lalu, ketika militer memulai transisi menuju demokrasi.
Kemudian, para jenderal membebaskan Aung San Suu Kyi dan mengizinkannya mencalonkan diri serta membuka tender energi dan telekomunikasi ke perusahaan asing.
Obama menanggapi dengan mencabut embargo perdagangan dan sebagian besar sanksi, langkah yang menurut beberapa pejabat AS terlalu dini.
Banyak sanksi telah diberlakukan kembali sejak kudeta.
Advertisement