Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 10 ton ikan jenis nila dan majalaya di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat mati secara massal akibat angin kencang melanda daerah itu beberapa hari lalu.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam, Edi Netrial, mengatakan 10 ton ikan itu jenis nila tujuh ton milik belasan petani dan tiga ton jenis majalaya milik beberapa orang.
Advertisement
"10 ton ikan itu berasal dari puluhan keramba jaring apung milik petani di Galapuang dan Tanjungsani. Ini berdasarkan pendataan penyuluh perikanan dan kemungkinan jumlah ini akan bertambah," katanya dikutip dari Antara, Selasa (27/4/2021).
Ia mengatakan, ikan siap panen itu mati semenjak Jumat (23/4), setelah angin kencang melanda daerah itu akibatnya, terjadi upwelling atau pembalikan masa air, sehingga kadar oksigen di dasar danau berkurang.
Setelah itu, tambahnya ikan mengalami pusing, keluar ke permukaan air dan mati beberapa jam setelah itu.
"Saat ini bangkai ikan mengapung di permukaan danau. Petani mengalami kerugian sekitar Rp202 juta, karena harga ikan majalaya Rp23 ribu per kilogram dan ikan nila Rp19 ribu per kilogram," katanya.
Ia mengakui, kematian ikan itu merupakan yang ketiga kalinya dengan jumlah 30 ton selama Januari sampai 27 April 2021.
Sebelumnya, lima ton ikan milik petani di Galapuang mati secara mendadak pada Senin (5/4). Pada Januari dan Februari 2021 sebanyak 15 ton ikan mati di Bayua dan Koto Malintang.
"Kematian ikan itu hampir terjadi setiap tahun pada awal, pertengahan dan akhir tahun," katanya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KKP Pilih Pasaman Jadi Sentra Ikan Air Tawar di Sumatera
Kabupaten Pasaman merupakan wilayah dengan subsektor perikanan budidaya terbesar di Sumatera Barat. Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) bertujuan menjadikan Pasaman sebagai sentra produksi ikan mas unggul di Pulau Sumatera.
Sektor perikanan di Kabupaten Pasaman memiliki luas areal perikanan pada 2019 mencapai 4.332 hektare, dengan jumlah produksi sebanyak 53.540,26 ton.
Saat ini, Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) BRSDM, tengah menjalin kerja sama pengembangan ikan unggul di Kabupaten Pasaman. Pasaman sendiri merupakan salah satu sentra budidaya ikan mas di wilayah Sumatera, yang merupakan mitra BRPI dalam kegiatan pengembangan ikan mas hibrida unggul tersebut.
"Kami berharap, Pasaman akan menjadi sentra produksi ikan mas ke depan, tidak hanya di Sumatera Barat melainkan di Pulau Sumatera. Sama halnya dengan Subang di Jawa Barat," papar Kepala BRPI, Joni Haryadi, dalam keterangannya pada Selasa (27/4/2021).
Ikan mas hibrida yang tengah dikembangkan di Pasaman memiliki sejumlah keunggulan, salah satunya tahan terhadap virus koi herpes virus (KHV), yang telah dirilis dan tersebar di masyarakat sampai 98 persen. Selain tahan penyakit KHV, ikan mas hibrida juga tumbuh cepat. Selama pemeliharaan 3 bulan, benih yang berukuran 10 gram per ekor bisa tumbuh hingga rata-rata 200-300 gram per ekor.
"Sebagian benih tersebut bahkan tumbuh hingga mencapai ukuran 400-500 gram per ekor. Pertumbuhan ini cukup cepat dibandingkan beberapa jenis ikan mas lokal yang biasa di budidaya di kolam air deras oleh masyarakat," tutur Joni.
Pihaknya pun berharap, pengembangan ikan mas hibrida oleh BRPI dapat memberikan manfaat kepada masyarakat pembudidaya di Pasaman. Selain itu, budidaya yang dilakukan di BBI Lundar ini dapat menjadi role model kegiatan budidaya oleh masyarakat luas.
Selain ikan mas hibrida, BRPI juga tengah mengembangkan varietas perikanan unggul lainnya seperti ikan nila srikandi, gurame, lele mutiara, ikan patin perkasa serta udang galah.
Pemerintah Kabupaten Pasaman melalui Kepala Dinas Perikanan, M. Dwi Richie pun menyambut baik kerja sama di bidang pengembangan varietas unggul baru ikan mas hibrida ini. Pihaknya berharap ikan mas hibrida tersebut dapat diberi nama kedaerahan khususnya terkait dengan Pasaman.
Advertisement