Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diharapkan tidak buru-buru meniru kebijakan di Amerika Serikat (AS), yang tak lama lagi bakal mengizinkan warganya berkegiatan tanpa memakai masker di ruangan terbuka.
Ada pun alasannya, kata Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Persahabatan, Dr dr Erlina Burhan MSc SpP (K), AS sudah bisa dikatakan mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) karena program vaksinasi COVID-19 yang begitu gencar.
Advertisement
Maklum saja, AS punya dua 'pabrik' vaksin COVID-19 sendiri, yaitu Pfizer dan Moderna. Pemerintah AS lalu memfokuskan agar rakyatnya yang terlebih dahulu menerima vaksin tersebut.
Tak khayal, lanjut Erlina, orang yang sudah divaksinasi jumlahnya sudah cukup banyak, bahkan di atas 100 juta.
"Makanya sampai sekarang kita belum dapat Pfizer maupun Moderna, karena AS menggunakan untuk masyarakatnya," kata Erlina kepada wartawan saat hadir mengisi webinar pada Rabu, 28 April 2021.
Lantaran sudah mencapai kekebalan kelompok, diharapkan terjadi perlambatan penambahan atau kenaikan kasus COVID-19, dan bahkan dikatakan melandai. Ke depan Amerika Serikat akan menjadi negara yang menganggap Virus Corona sebagai endemik saja.
"Oleh sebab itu mereka ada wacana seperti itu, di ruang terbuka tidak memakai masker, kecuali ada kerumunan," katanya.
"Orang Amerika itu kan sering outbound, mereka suka lari di taman-taman, itu dikatakan boleh," Erlina menambahkan.
Simak Video Berikut Ini
Indonesia Belum Bisa Tiru Amerika Serikat
Sayangnya, hal seperti itu belum boleh ditiru sama masyarakat di Indonesia.
Pertama, kata Erlina, jumlah orang yang divaksinasi di Indonesia masih sedikit, jadi, yang punya kekebalan pun masih sedikit.
"Walaupun sudah divaksinasi, tetapi untuk terjadi infeksi mungkin saja terjadi karena faktor jenis virusnya yang bermutasi, efektivitas menurun, yang membuat orang bisa jadi sakit lagi," ujarnya.
Di Indonesia tunggu sampai terjadi herd immunity atau kekebalan kelompok dulu, baru itu terjadi. Namun, perlu diingat bahwa COVID-19 selalu berubah-ubah, berkembang sangat dinamkis, dan dinamikanya cepat sekali.
"Dulu kita tahu dia droplet. Kemudian kita tahu dia bisa membuat seseorang yang terinfeksi tidak ada gejala, sehingga kita tidak tahu apakah seseorang sakit atau tidak. Sehingga berubah lagi kebijakannya, baik yang sakit maupun tidak harus pakai masker," kata Erlina.
"Kemudian ada wacana yang mengatakan ini bukan droplet lagi tapi ada potensi airborne (menular lewat udara). Walaupun belum ada resmi, tetapi banyak ahli yang mengatakan hati-hati kemungkinan airborne ini ada, karena data-data sedikit menunjukkan itu ada," dia menambahkan.
Oleh sebab itu, sebaiknya Indonesia tidak buru-buru meniru kebijakan di AS. Erlina menjadikan warga Selandia Baru sebagai contoh, yang mana kasus COVID-19 di sana sangat sedikit, bahkan ketika ditemukan satu kasus langsung melakukan lockdown sehingga bisa menekan laju penambahan kasus baru, masih tetap menggunakan masker.
"Jangan dulu memikirkan tidak pakai masker. Kita itu masih 4ribu, 6ribu, 3ribu paling sedikit sekarang kasus (barunya)," katanya.
"5M tetap kita laksanakan sampai nanti terjadi herd immunity, kasus menurun," Erlina menekankan.
Advertisement
CDC : Warga AS Boleh Lepas Masker Asal Sudah Vaksinasi Penuh
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) pada Selasa, 27 April 2021, mengeluarkan pedoman baru yang menyebut warga AS diperbolehkan melepas masker di ruangan terbuka, asalkan sudah melakukan vaksinasi COVID-19 lengkap atau full vaccinated.
Menurut CDC Director, Dr Rochelle Walensky, jika seseorang sudah divaksinasi penuh, segalanya jauh lebih aman daripada mereka yang belum melakukan hal serupa.
"Panduan ini akan membantu Anda, keluarga, dan tetangga membuat keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan terbaru dan memungkinkan Anda kembali melakukan kegiatan yang disukai dengan aman," kata Rochelle.
Adapun yang dimaksud dengan 'sudah lengkap (penuh) divaksinasi' COVID-19 adalah seseorang yang sudah lengkap menerima vaksinasi dalam dua kali suntikan atau disesuaikan dengan jenis vaksin COVID-19 yang digunakan.
"Sebagai pengingat, CDC mendefinisikan full vaccinated sebagai 14 hari setelah dosis kedua penyuntikkan vaksin Pfizer atau Moderna atau 14 hari setelah menerima dosis tunggal vaksin J&J," lanjut Walensky.
Adanya rekomendasi terbaru boleh lepas masker dari CDC, menurut Dr. Rochelle Walensky, diharapkan dapat mendorong orang untuk ikut vaksinasi COVID-19 secara lengkap. Hal ini juga bertujuan tidak hanya melindungi mereka sendiri, melainkan orang lain di sekitarnya.
"Saya optimis bahwa orang akan menggunakan informasi ini (panduan boleh lepas masker) sebagai bentuk tanggung jawab pribadi untuk melindungi diri mereka sendiri dan orang lain dan. Saya berharap, akan mendorong orang lain untuk menerima vaksinasi COVID-19 secara penuh," ucapnya.
Walensky menjelaskan, ada banyak situasi saat orang yang divaksinasi penuh tidak perlu memakai masker, terutama jika mereka berada di luar ruangan, misal pertemuan kecil dan makan malam bersama di luar ruang.
"Jika Anda telah divaksinasi penuh dan ingin menghadiri pertemuan kecil di luar ruangan dengan orang-orang yang divaksinasi dan belum divaksinasi atau makan malam di restoran luar ruangan bersama teman-teman dari banyak keluarga, sains menunjukkan, Anda dapat melakukannya dengan aman tanpa masker," jelasnya.
Walaupun begitu, CDC tetap merekomendasikan penggunaan masker dalam situasi ramai di dalam dan luar ruang, yang mana protokol kesehatan sulit dilakukan. Bahkan mungkin situasi ramai tersebut, masih ada warga yang belum atau tidak divaksinasi.
"Namun, kami terus merekomendasikan penggunaan masker di dalam dan luar ruangan yang ramai, seperti stadion dan konser yang padat, yang mana ada penurunan kemampuan menjaga jarak fisik dan banyak orang yang tidak divaksinasi mungkin juga hadir," kata Walensky.
"Kami akan terus merekomendasikan hal ini sampai vaksinasi COVID-19 seluruh target sasaran tercapai."