Liputan6.com, Banyumas - Gubernur Ganjar Pranowo meminta agar santri menahan diri tak mudik pada Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah ini. Dia meminta santri tetap berada di asrama pesantren.
Kebijakan ini kontan memicu pro dan kontra. Pasalnya, nyaris di waktu yang bersamaan, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa justru bersikap sebaliknya, dengan membolehkan santri mudik.
Sejalan dengan Gubernur Jatim, Wakil Presiden Ma'ruf Amin _yang berasal dari kalangan pesantren_ juga sempat mengungkapkan agar santri diberi dispensasi untuk mudik.
Baca Juga
Advertisement
Terlepas dari pro kontra santri mudik atau tak mudik, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Banyumas menilai larangan mudik santri sulit diterapkan di Banyumas. Pasalnya, anjuran atau kebijakan itu tak dibarengi dengan pengetatan di bidang lainnya.
Ketua FKPP Banyumas KH DR Muhammad Roqib mengatakan pondok pesantren sulit menerapkan kebijakan yang sporadis. Sebab, pengasuh atau pengurus pesantren akan sulit memberikan alasan untuk menahan santri tak mudik dan tetap berada di asrama. Sementara aktivitas masyarakat lainnya masih dilakukan secara leluasa, seperti pasar, swalayan, dan aktivitas wisata.
“Sulit, amat sulit. Karena sebagaimana pengetahuan saya, di semua pesantren, kayaknya ini, ada pertimbangan kaitannya seperti yang saya sampaikan tadi itu. Kalau pulang ya, ini,” ucapnya, Rabu (28/4/2021).
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kebutuhan Bathin Santri
KH Roqib yang juga pengasuh pesantren mengakui, kebijakan larangan santri mudik bertujuan baik untuk mengerem laju penularan Covid-19. Tetapi, di sisi lain, bertemu dengan orangtua juga merupakan kebutuhan bathin santri, sekaligus sebagai menunaikan kewajiban anak kepada orangtuanya.
Pemenuhan kebutuhan bathin santri ini dinilai juga bermanfaat untuk meningkatkan imunitas santri saat nanti kembali ke pesantren. Karenanya, baik santri pulang dan tidak pulang harus ditempatkan kepada proporsi dan kebutuhan yang bersangutan.
“Ya kalau bisa di pondok saja. Tapi kalau tidak memungkinkan, dan malah menjadi tidak stabil secara emosi, ini tetapi hati-hati, tetap mematuhi prosedur Covid-19,” ucap Roqib, yang juga Rektor IAIN Purwokerto.
Karena itu, dia pun berharap jika santri mudik, maka harus tetap menerapkan prokol kesehatan, baik saat pemberangkatan, berada di kampung halaman, maupun saat kembali ke pesantren kelak.
Begitu pula dengan pesantren yang memutuskan untuk menahan santrinya, dia harap tetap menjaga prokes agar laju penularan Covid-19 bisa ditekan.
Advertisement