Liputan6.com, Jakarta Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan keberatan atas diangkatnya Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas KPK.
Selain dinilai tidak sesuai aturan Undang-Undang KPK karena tidak melibatkan panitia seleksi, ICW menilai ada sejumlah alasan lain mengapa Indriyanto tidak layak mengisi posisi strategis itu.
Advertisement
"Pertama, Indriyanto dikenal sebagai figur yang cukup intens menggaungkan revisi UU KPK. Padahal, sebagaimana diketahui bersama, revisi UU KPK merupakan salah satu sumber pelemahan lembaga antirasuah itu," kata Kurnia dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (29/4/2021).
Berikutnya, lanjut dia, saat menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, Indriyanto juga tidak mengindahkan betapa pentingnya kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
"Semestinya, ia memahami bahwa LHKPN merupakan standar untuk menilai integritas dari setiap penyelenggara negara," tegas Kurnia.
Kemudian, Kurnia menilai, saat masyarakat menyuarakan agar Presiden mengeluarkan Perppu pembatalan UU KPK, Indriyanto diketahui justru menolak usulan masyarakat itu dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak.
"Bahkan, tatkala tiga Pimpinan KPK kala itu mengajukan uji materi, Indriyanto pun turut mengomentari dengan menyebut tindakan tersebut tidak etis," sambung dia.
Kurnia menambahkan, Indriyanto juga sempat menyebutkan bahwa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta tidak dibutuhkan dalam mencari dalang pelaku penyiraman air keras Novel Baswedan. Namun, faktanya, hingga saat ini penuntasan perkara itu masih mengandung misteri dan mengundang banyak tanda tanya.
"Indriyanto sempat mengatakan bahwa dirinya tidak sepakat jika KPK mengambil alih penanganan perkara korupsi Joko S Tjandra. Kala itu, ia menyebutkan bahwa KPK cukup melakukan koordinasi dan supervisi saja. Padahal, sampai saat ini perkara Joko S Tjandra belum sepenuhnya klir diungkap oleh Kepolisian dan Kejaksaan Agung," beber Kurnia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Toleran Terhadap Pelanggaran Etik?
Pekan lalu Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos. Saat itu, Indriyanto membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politisi itu.
Padahal, baik dalam pengakuan saksi di persidangan dan rekonstruksi KPK, telah secara klir menyebutkan bahwa politisi-politisi itu mengambil peran dan memiliki pengetahuan terkait pengadaan paket bansos.
"Indriyanto cenderung tolerir dengan pelanggaran etik. Bagaimana tidak, ketika menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, yang bersangkutan diketahui meloloskan figur pelanggar etik menjadi Pimpinan KPK," nilai Kurnia.
Melihat hal itu, Kurnia meragukan, bagaimana ia bisa menegakkan kode etik KPK ketika menjadi Dewan Pengawas.
"Indriyanto sempat pula menjadi kuasa hukum pelaku korupsi, yakni mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh, dan mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani H Rais. Bahkan, selain dua nama itu, ia juga pernah menjadi kuasa hukum mantan Presiden Soeharto," dia menandasi.
Advertisement