Liputan6.com, Jakarta - Keringat Iyem belum kering saat menutup lapak dagangan di sore hari. Jerih payahnya berjualan seharian belum membuatnya lega. Sebab, pendapatan yang diraupnya masih tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus membayar utang kepada rentenir.
Ya, pedagang sayur di pasar tradisional seperti Iyem memang mau tidak mau harus bergantung pada rentenir untuk meminjam uang agar bisa tetap berjualan, tentu dengan harapan meraup keuntungan.
Advertisement
"Memang dibutuhkan juga (rentenir), karena kan pedagang kaya kami butuh modal cepat buat dagang harian, biar bisa mutar (uangnya)," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Selama ini, kehadiran rentenir bagi pedagang kecil memang bak oase, hadir di saat yang pas kala pedagang kecil membutuhkan modal usaha.
Sayangnya meminjam uang dari rentenir pun bukan tanpa risiko. Bunga pinjaman yang tinggi dan bisa meningkat berkali-kali lipat jika utang tak segera dibayar menjadi konsekuensi yang harus ditanggung pedagang kecil.
Ketergantungan para pedagang pada terhadap pinjaman modal dari rentenir pun diakui oleh Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri. Menurut dia, kegiatan rentenir sudah berlangsung sejak dulu dan menjadi primadona bagi para pedagang pasar untuk mendapatkan dana segar secara cepat.
"Karena memang tidak ribet, tidak perlu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), tidak perlu disurvei, tidak perlu perjanjian yang macam-macam. Yang penting (pedagang) ada kiosnya, mereka tahu," jelas dia.
Dibalik segala kemudahan itu, lanjut Mansuri, dengan meminjam uang dari 'tukang riba' para pedagang harus siap-siap membayar utangnya dengan bunga selangit, biasanya di kisaran 20 persen.
"Terutama pedagang-pedagang kecil ini yang bergantung pada rentenir seperti pedagang sayur, pedagang ikan, atau PKL, itu mereka bergantung pada rentenir. Nah itu jumlahnya besar, mereka 75 persen dari total jumlah pedagang di pasar-pasar tradisional," ungkap Abdullah.
Namun, penantian pedagang pasar seperti Iyem untuk bebas dari ketergantungan 'lintah darat' akan segera terjawab. Hal ini setelah pemerintah melalui Kementerian BUMN memastikan akan membentuk Holding BUMN Ultra Mikro.
Ada 3 BUMN 'jagoan' di sektor pembiayaan UMKM yang akan bersinergi dalam holding tersebut, yaitu PT Pegadaian (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Rencana pembentukan holding yang nantinya akan membangun Ekosistem Ultra Mikro di kala pandemi masih melanda Indonesia ini memang tepat. Sebab, selain bertugas membantu pemerintah memulihkan ekonomi nasional, holding ini juga akan memperkuat data base pelaku Ultra Mikro (UMi) dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang akan dalam mendukung suksesnya program-program Pemerintah dalam pembangunan ekonomi.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pembentukan ekosistem holding ultra mikro akan fokus pada pemberdayaan bisnis melalui PNM, pengembangan bisnis melalui Pegadaian dan pembiayaan BRI untuk membuat usaha mikro naik kelas.
"Kami sudah dapat dukungan dari OJK, BI, LPS, KSK dan terakhir dirapatkan di Komite Pravitisasi yang langsung dipimpin oleh Menko Perekonomian sebagai pimpinan komite tersebut, kita sudah sosialisasi dan mendapatkan persetujuan ini," kata Erick Thohir.
Tentunya, dengan sinergi BUMN dalam holding ultra mikro akan memberikan manfaat positif bagi para pelaku usaha karena adanya peluang besar mendapat pembiayaan berbunga rendah.
"Ekosistem ini ingin memastikan terdapatnya penurunan bunga pinjaman. Selama ini, hal ini menjadi konteks hambatan kenapa pelaku usaha ultramikro dan UMKM tidak mendapat pendanaan yang lebih baik," jelas Erick.
Sejauh ini, sudah ada beberapa program yang dilakukan Kementerian BUMN untuk mendukung para pelaku usaha ultra mikro, diantaranya lewat program PADi UMKM, di mana akan membuka akses pada ultra mikro UMKM untuk jadi supplier kepada BUMN terkait pengadaan barang dan jasa.
PT Pegadaian (Persero) sebagai salah satu BUMN yang akan masuk dalam holding ultra mikro tersebut pun menyatakan kesiapannya.
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto menyampaikan, holding ultra mikro memiliki tujuan utama untuk penguatan bisnis Umi dan UMKM serta kemudahan akses terhadap pembiayaan di Pegadaian.
Perluasan akses ini terjadi karena masing-masing institusi dapat saling memanfaatkan outlet, agen, dan tenaga pemasar secara terintegrasi, sehingga daerah-daerah yang belum terjangkau oleh outlet Pegadaian dapat dilayani di outlet BRI, agen BRIlink, dan PNM.
“Holding ini juga akan menciptakan efisiensi karena penggunaan teknologi dapat dilakukan secara terintegrasi. Dengan integrasi ini maka transaksi nasabah ketiga perusahaan semakin cepat, akurat, mudah dan hemat. Di sisi lain ketiga institusi juga bisa saling memafaatkan Gedung kantor/outlet dan agen masing-masing perusahaan untuk memasarkan produk secara cross selling," kata dia.
Lewat ekosistem ultra mikro ini, Pegadaian pun menargetkan akan ada tambahan 1 juta nasabah ultra mikro pada 2024, sehingga akan secara total menjadi 5 juta nasabah ultra mikro.
Lebih lanjut Kuswiyoto meyakini bahwa holding BUMN ini memberikan dampak positif tidak hanya kepada pelaku Umi dan UMKM tetapi juga meningkatkan kesejahteraan agen ketiga perusahaan.
“Karyawan juga tidak perlu khawatir karena holding tidak akan menimbulkan dampak negatif seperti PHK, penutupan outlet ataupun pengurangan pendapatan. Bahkan sebaliknya jika bisnis semakin sehat maka kesejahteraan karyawan pun semakin meningkat," tegas dia.
Sebagai wujud nyata dukungan terhadap para pelaku usaha ultra mikro, Pegadaian pun menyalurkan dana sebesar 1,5 triliun yang berasal dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk pelaku usaha Ultra Mikro (Umi).
Kuswiyoto menegaskan, penyaluran dana ini sebagai bentuk komitmen Pegadaian dalam membangkitkan pembiayaan ultra mikro, khususnya di tengah pandemi Covid-19. Sebab, saat ini banyak para pelaku usaha kecil yang terkena dampak pandemi Covid-19 yang perlu suntikan modal kerja dan pendampingan untuk membangkitkan usahanya.
"Kami menerima dengan baik kepercayaan dari Pusat Investasi Pemerintah dalam penyaluran dana Umi sebesar Rp 1,5 triliun untuk 354 ribu pelaku usaha Ultra Mikro tahun 2021. Ini artinya kepercayaan pemerintah semakin meningkat," kata Kuswiyoto.
Adapun pada 2020 lalu, Pegadaian telah menyalurkan dana UMi sebesar Rp 1.038 triliun untuk 219 ribu nasabah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Komitmen Perangi Rentenir
Pegadaian memang telah memiliki visi untuk melepaskan masyarakat dari jeratan 'lintah darat'. Hal ini tertuang dalam latar belakang perusahaan, yaitu guna mencegah ijon, rentenir, dan pinjaman tidak wajar lainnya melalui kredit dengan sistem gadai.
Pegadaian pun telah memiliki produk andalan bernama Kreasi yang merupakan kredit dengan angsuran bulan untuk Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan jaminan BPKB kendaraan bermotor.
Ada sejumlah keunggulan produk Kreasi ini, seperti prosedur pengajuan kredit sangat cepat dan mudah, di mana proses kredit hanya butuh 3 hari, dan dana dapat segera cair.
Kemudian, pinjaman yang diberikan mulai dari Rp 1 juta, pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan pemberian diskon untuk sewa modal, serta bunga pinjaman yang relatif murah dengan angsuran tetap per bulan.
Khusus untuk pelaku usaha ultra mikro, Pegadaian juga memiliki fitur bernama Kreasi Ultra Mikro (UMi) yang merupakan layanan kredit dengan uang pinjaman Rp 10 juta ke bawah sehingga cocok untuk pedagang kecil yang membutuhkan tambahan modal.
Sama dengan Kreasi, fitur Kreasi UMi ini juga menggunakan BPKB kendaraan bermotor sebagai jaminan. Kreasi UMi memberikan bunga kredit yang sangat rendah yaitu 1,12 persen per bulan dengan tenor hingga 36 bulan.
Tak sekedar memberikan pinjaman, lewat fitur tersebut, Pegadaian memberikan pendampingan kepada para pelaku usaha UMi yang menjadi nasabahnya.
Yang teranyar, di Hari Jadi ke-120 tahun, Pegadaian pun meluncurkan produk baru bernama Gadai Harian.
Menurut Kuswiyoto, hadirnya Gadai Harian sebagai inovasi Pegadaian dalam merespons kebutuhan masyarakat terus mengalami perkembangan.
“Mulai April ini masyarakat yang memerlukan dana jangka pendek seperti pedagang pasar, ibu rumah tangga, maupun pelaku usaha ultra mikro lainnya dapat mengakses produk gadai dengan bunga harian. Tarifnya sangat murah, untuk pin jaman Rp 1 juta cukup membayar bunga Rp 900 per hari. Diharapkan ini menjadi kabar gembira bagi masyarakat yang selama ini tergantung pada pembiayaan dengan bunga tinggi," tutur dia.
Tak puas sampai di situ, bagi calon debiturnya, Pegadaian telah memberikan kemudahan dalam melakukan pengajuan kredit lewat Pegadaian Digital. Melalui aplikasi ini, usaha ultra mikro dan UMKM bisa mengajukan pinjaman usaha mulai dari Rp 1 juta.
Canggihnya lagi, dalam aplikasi tersebut tersedia simulasi pengajuan pinjaman, sehingga calon debitur bisa mengetahui nilai cicilan yang harus dibayar per bulan dengan tenor mulai dari 6 bulan hingga 48 bulan. Sebagai contoh, untuk pinjaman Rp 1 juta, cicilan untuk tenor 6 bulan sebesar Rp 179 ribu per bulan, atau dengan tenor 48 bulan dengan cicilan hanya Rp 36 ribu per bulan.
Inovasi digital yang dilakukan Pegadaian pun berbuah manis. Belum lama ini, Pegadaian dinobatkan sebagai pelopor dalam membangun industri digital setelah dinobatkan sebagai perusahaan jasa keuangan pertama yang berhasil memperoleh sertifikat INDI 4.0, dari Kementerian Perindustrian.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Pegadaian telah menjadi perusahaan jasa keuangan nonmanufaktur pertama yang melakukan asesmen INDI 4.0 dengan skor sebesar 3,41 (berada pada level Matang dalam menerapkan Industri 4.0), dan telah menerapkan beberapa teknologi industri 4.0 dalam menjalankan aktivitas jasa keuangannya.
"Kemenperin memberikan penghargaan dan apresiasi kepada PT Pegadaian (Persero), sebagai perusahaan jasa non-manufaktur pertama yang menginisiasi pelaksanaan INDI 4.0. Oleh karena itu, Kemenperin bersama Kementerian BUMN melakukan kolaborasi yang lebih luas lagi dalam pelaksanaan asesmen INDI 4.0 untuk Badan Usaha Milik Negara dengan tujuan untuk mendukung program Making BUMN 4.0," ucap Agus.
Advertisement
Banjir Dukungan
Pembentukan ekosistem ultra mikro yang salah satunya digawangi oleh Pegadaian pun mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo).
Ketua Akumindo Ikhsan Ingratubun mengatakan selama ini UMKM memang telah memanfaatkan fasiltas pinjaman yang disediakan BUMN seperti Pegadaian. Namun banyak juga UMKM yang terpaksa harus bergantung ke rentenir.
Ikhsan mengakui, selama ini keberadaan rentenir memang belum bisa dilepaskan dari para UMKM dan pedagang di pasar-pasar tradisional. Bahkan, hampir pada setiap pasar di Indonesia terdapat rentenir yang biasanya berkedok koperasi.
"Yang (mencari pembiayaan) ke Pegadaian memang ada juga, dengan jaminan berupa emas dan lain-lain. Nah ini harapan kita dengan adanya holding ini, maka produk-produk pinjaman untuk UMKM yang belum bankable bisa tersedia," kata dia kepada Liputan6.com
Konsep dari produk pinjaman holding ultra mikro tersebut, lanjut Ikhsan diharapkan bisa seperti rentenir. Dalam artian, tidak perlu persyaratan yang 'jelimet', bisa diakses secara cepat namun dengan bunga yang rendah.
"Jadi misalnya pinjam pagi hari, pulang (dikembalikan) sore hari. Tapi kalau rente (rentenir) bunganya sangat besar, ini bunganya harus jauh lebih kecil. Ini (ekosistem ultra mikro) akan jadi harapan bagi usaha kecil yang tidak punya jaminan dan nonbankable. Kita harapkan segera (terbentuk)," ungkap dia.
Dukungan juga datang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Pengusaha Nasional, Arsjad Rasjid menyebut jika pembentukan holding ultra mikro akan memacu pertumbuhan populasi pengusaha baru di Indonesia.
"Rencana pembentukan Holding BUMN ultra mikro sangat baik dan tepat. Ini langkah konkret pemerintah yang akan memacu pertumbuhan populasi pengusaha baru terutama di daerah," ucapnya.
Pengintegrasian 3 BUMN yaitu Pegadaian, BRI, dan PNM dalam ekosistem ultra mikro diharapkan dapat mempercepat pemulihan UMKM dan usaha ultra mikro di Indonesia yang ikut terdampak pandemi COVID-19.
Terlebih, sektor UMKM menjadi salah satu penopang penting bagi perekonomian nasional.
“Holding BUMN ultra mikro ini membentuk sebuah payung bersama antara Pegadaian, Bank BRI, dan PNM yang mengayomi para pelaku UMKM dan ultra mikro untuk memperoleh akses permodalan serta menumbuh kembangkan populasi pengusaha nasional,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. Menurut dia, selain akan mendukung pengembangan UMKM, holding ultra mikro juga akan membawa dampak positif bagi ketiga BUMN yang tergabung di dalamnya.
Misalnya, total aset dari ketiga BUMN yang tergabung dalam holding tersebut akan mencapai Rp 2.235 triliun. Dari sisi laba, juga bisa menembus Rp 82 triliun.
Negara pun akan mendapatkan untung di mana kontribusi pajak dari Pegadaian, BRI, dan PNM bisa mencapai Rp 19,9 triliun serta diprediksi bisa memberikan sumbangan deviden sebesar Rp 20 triliun.
Di sisi lain, adanya holding ultra mikro ini juga akan membuat ketiga BUMN di dalamnya lebih efisien serta akan memperluas akses pasar dari masing-masing BUMN
Sebagai contoh, Pegadaian yang selama ini memang telah menjangkau pelaku UMKM unbankable bisa meningkatkan layanan produknya sebagai solusi jitu bagi UMKM untuk terhindar dari rentenir.
"Nah, dari pada lari ke rentenir, dia (UMKM) bisa ke Pegadaian. Jika memang holding ultra mikro ini bertujuan untuk memperluas jangkauan dari Pegadaian agar UMKM bisa terlepas dari rentenir, itu bagus," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com.
Selain itu, adanya holding ultra mikro ini juga diharapkan bisa membantu menyediakan pendanaan bagi UMKM untuk bisa bangkit dari pandemi Covid-19. Salah satunya mendukung program Bantuan Presiden (Banpres) produktif sebesar Rp 2,4 juta bagi pelaku UMKM
"33 persen UMKM yang terdampak Covid-19 itu kendalanya ada di pendanaan. Makanya kemarin Pak Jokowi memberikan bantuan permodalan. Itu bagus," tutur Nailul Huda.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada 2020 proporsi pembiayaan UMKM terhadap total kredit perbankan baru mencapai 19,97 persen. Padahal 99 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan segmen UMKM.
Sementara itu, sektor UMKM juga terbukti telah menjadi tulang punggung ekonomi nasional lantaran mampu menyerap tenaga kerja nasional sebesar 97 persen dan memberi kontribusi 60 persen terhadap PDB.
"Nah itu perlu didorong oleh lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan. Di sini peran dari Pegadaian dan industri perbankan untuk bisa mengakselerasi permodalan bagi UMKM," jelas Nailul.
Terakhir, dukungan datang dari Anggota Komisi VI DPR Mukhtaruddin. Menurut dia, agar UMKM bisa berlari kencang usai pandemi Covid-19 melandai, maka holding ultra mikro harus segera terbentuk pada tahun ini.
Dengan demikian akan mendorong pemulihan ekonomi, khususnya dari sisi UMKM yang turut terkena dampak pandemi Covid-19.
"Saya mendukung holding ini untuk diimplementasikan," tutup Mukhtaruddin.
Dengan adanya keinginan yang kuat dari pemerintah serta banjirnya dukungan kepada Pegadaian, BRI dan PNM dalam pembentukan holding ultra mikro ini, diharapkan akan menjadi jawaban dari harapan pedagang pasar seperti Iyem untuk terbebas dari jeratan lintah darat sekaligus menjadi motor penggerak UMKM dalam memulihkan ekonomi nasional dari hantaman pandemi Covid-19.