Pakar: Jangan Mudik Idulfitri, Silaturahmi Daring Saja

Idulfitri identik dengan mudik tapi tahun ini karena COVID-19 sebaiknya kita Zoom Fitri saja

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 30 Apr 2021, 22:53 WIB
Calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Senin (26/4/2021). Pemerintah memperpanjang masa larangan mudik Lebaran yaitu mulai dari 22 April hingga 24 Mei 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Aturan larangan mudik Lebaran 2021 yang dikeluarkan pemerintah mendapat sokongan penuh dari dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan dan dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Husada Utama, Gatot Soegiarto SpPD-KAI FINASIM.

Erlina dengan tegas mengatakan bahwa kumpul-kumpul harus dihindari karena cara penularan virus Corona penyebab COVID-19 adalah interaksi antar manusia yang berdekatan.

Apalagi pada saat lebaran Idulfitri, yang disebut Erlina merupakan suatu kegiatan penuh dengan emosi. Orang bermaaf-maafan bahkan sampai berurai air mata, yang tak jarang diakhiri dengan berpelukan.

Atas dasar itu Erlina mengimbau seluruh masyarakat untuk menghindari mudik atau berinteraksi terlalu dekat dengan orang lain.

"Buat sementara saja, tolong sedikit sabar. Sabar. Tahun ini jangan berpelukan, jangan bersentuhan, dan kalau bisa jangan mudik," kata Erlina kepada wartawan yang hadir di webinar Pentingnya Menjaga Imunitas Tubuh Meski Sudah Divaksinasi belum lama.

"Bersilaturahmi bisa secara daring. Tahun ini cukup Zoomfitri saja. Kan maaf-maafan bisa daring juga. Yang penting ada lafaz atau ucapannya 'Mohon saya dimaafkan, Anda juga saya maafkan'," Erlina menambahkan.

 

Simak Video Berikut Ini


Jangan Mudik Dulu, COVID-19 Masih Ada

Awak bus menunggu penumpang di Terminal Kalideres, Jakarta, Senin (26/4/2021). Pemerintah memperpanjang masa larangan mudik Lebaran yaitu mulai dari 22 April hingga 24 Mei 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut Erlina menekankan agar seluruh masyarakat untuk tidak mudik Lebaran dulu. Dia, mengingatkan, saat ini seluruh dunia tengah menghadapi kondisi yang berbeda, yaitu pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu, beberapa kegiatan seperti kerumunan atau interaksi yang sangat dekat agar dihindari.

"Kan kita diminta berjarak. Apa artinya 5M kalau begitu. Kan salah satunya adalah menjaga jarak. Jaraknya dua meter," kata Erlina.

Bila memang tetap ingin bersilaturahmi karena satu kota, hal tersebut bisa dilakukan di luar pagar. Perkara angpau atau tunjangan hari raya (THR), bisa ditransfer.

"Saya tidak setuju adanya mudik karena potensi penularan ada di situ," katanya.

 


Belajar dari Tsunami COVID-19 di India

Kerabat seseorang yang meninggal karena COVID-19 melakukan ritual saat kremasi di Gauhati, India, pada Selasa (27/4/2021). Kasus virus corona COVID-19 di India melonjak lebih cepat dari tempat lain di dunia. (AP Photo/Anupam Nath)

Menurut Erlina, masyarakat Indonesia seharusnya belajar dari tsunami COVID-19 yang terjadi di India. Kasus harian penularan Virus Corona setiap harinya terus bertambah karena kegiatan keagamaan yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Dalam satu momen terjadi peningkatan. Dan, yang mandi di Sungai Ganga ada 5 juta orang. Di situ ada orang berinteraksi, di sanalah virus saling berpindah," ujarnya.

 


Nekat Cari Jalan Tikus Sama Saja Cari Perkara

Peniadaan mudik juga diberlakukan di Kabupaten Ogan Ilir Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Gatot yang juga jadi pembicara dalam webinar tersebut satu suara dengan Erlina,"Saya setuju 100 persen.".

Dokter Gatot mengatakan bahwa dirinya pun tidak mendukung adanya mudik Lebaran 2021. Juga tidak mendukung orang-orang yang kemudian nekat melakukan perjalanan 'Pulang Kampung' melalui jalur tikus atau mencari-cari jalan alternatif.

"Itu namanya cari perkara," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya