Peringati Hari Buruh, Pekerja Transportasi Tuntut Kepastian Pendapatan

May Day atau Hari Buruh Internasional digunakan oleh Serikat Pekerja untuk menyuarakan tuntutannya.

oleh Andina Librianty diperbarui 01 Mei 2021, 16:00 WIB
Sejumlah pekerja transportasi memperlihatkan kartu vaksinasi COVID-19 usai divaksin di Terminal Poris Plawad, Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis (4/3/2021). Sebanyak 1.000 peserta pekerja transportasi mulai dari sopir angkot, bus, taksi dan ojek yang divaksinasi Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - May Day atau Hari Buruh Internasional digunakan oleh Serikat Pekerja untuk menyuarakan tuntutannya. Hal ini juga dilakukan oleh Serikat Pekerja di Sektor Transportasi Publik.

Di luar isu bersama buruh Indonesia yakni menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja di Sektor Transpostasi Publik juga mengusung isu sektoral di bidang transportasi.

Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) Edi Suryanto, misalnya, dalam momentum hari buruh ini pihaknya meminta agar pemerintah dan perusahaan menjamin kesejahteraan karyawan berangkat sehat pulang selamat sehingga dapat tercipta dengan kualitas pelayanan yang baik.

Selain itu, pihaknya juga meminta dilakukan perbaikan dan peningkatan dana bagi penyelenggaraan transportasi publik. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik.

SPKA juga menghimbau agar jaminan kesejahteraan karyawan yang secara normatif sudah diatur di dalam Undang-Undang dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) selalu taat dilaksanakan dan diberikan. Misalnya, pemberian Tunjangan Keagamaan (Tunangan Hari Raya/THR) yang secara normatif sudah ada ketentuan hukumnya, dan jika sudah dilaksanakan dengan sangat baik.

“Bagaimana pun, penugasan transportasi publik bagi perusahaan ialah tugas mulia dan terhormat dari Negara yaitu melayani masyarakat sebaik-baiknya. Oleh sebab itu kondisi perusahaannya perlu didukung penuh oleh kebijakan pemerintah agar kondisi perusahaan sehat dan bisa melaksanakan penugasan tugas pelayanan publik secara baik.

“Kami dari SPKA juga mendukung penuh pemerintah terkait dengan kebijakan transportasi yang terintegrasi yang saat ini sudah dilaksanakan secara baik dalam layanan publik tanpa harus melakukan akuisisi perusahaan transportasi tersebut,” tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dampak Pandemi

Petugas melakukan tes skrining terhadap calon penerima vaksin COVID-19 di Terminal Poris Plawad, Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis (4/3/2021). Ada sebanyak 1.000 peserta pekerja transportasi mulai dari sopir angkot, bus, taksi dan ojek yang divaksinasi Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Transportasi Jakarta (SPTJ) Jan Oratmangun menyampaikan, di masa pandemi ini tidak saja berdampak bagi masyarakat. Tetapi juga bagi bagi pekerja.

Operasional transportasi publik khususnya Trans Jakarta yang di beberapa rute ditutup. Selain berakibat pada akses masyarakat terhadap transportasi, di pihak pekerja bahkan sempat ada pengurangan tenaga kerja.

Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara, Digital, dan Transportasi (SPDT FSPMI) Iswan Abdullah mendorong transportasi publik yang ramah lingkungan dan masyarakat yang menjadi pengguna daripada transportasi publik.

“Tentu dengan memberikan kenyamanan, memberikan efisiensi, ketepatan waktu, dalam melakukan aktivitas. Berikutnya adalah, transportasi publik khususnya yang disediakan pemerintah harus murah, bahkan gratis ke depannya. Karena pemerintah bisa menggunakan anggaran yang dialokasikan dari negara melalui pajak, APBN maupun APBD,” kata Iswan.

Selain ramah lingkungan, Iswan berharap, pengelola transportasi publik juga ramah terhadap hak-hak para pekerja yang bekerja di dalam perusahaan-perusahaan yang disediakan pemerintah tersebut.

Ramah terhadap pekerja diperlihatkan dalam tiga hal. Pertama, dia harus memberikan kepastiaan pekerjaan (job security), kepastian pendapat (income security), dan jaminan sosial (social security).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya