Liputan6.com, Jakarta Seringkali stres dianggap sebagai awal dari gangguan jiwa, tetapi tidak semua keadaan stres menyebabkan masalah. Bahkan stres juga bisa membantu pikiran lebih fokus.
“Kalau stres bisa membantu diri lebih fokus, enggak masalah,” kata psikiater Omni Hospital Alam Sutera dr. Andri, Sp.KJ, FAPM dalam sebuah webinar pada Sabtu (1/5/2021).
Advertisement
Kondisi ini disebut dengan optimum stress. Menurut Andri, batas optimum stress ketika sudah mencapai titik lelah, cukup dengan beristirahat kemudian pikiran bisa kembali fokus. Di satu sisi, ketika seseorang tidak mengalami stres justru cenderung membuatnya menjadi lebih malas.
Namun, ketika stres dibarengi dengan keluhan-keluhan fisik seperti jantung yang berdebar kencang, otot terasa lebih intens, atau gangguan lambung, ini disebut dengan gejala psikosomatik. Andri menyebut dalam kondisi ini, penderitanya perlu memeriksakan diri ke dokter jiwa bukan ke psikolog.
Stres juga kerap dikaitkan dengan penyakit jantung. Ketika seseorang memiliki keluhan pada jantung kemudian melakukan pemeriksaan EKG dan ternyata hasilnya baik-baik saja, tandanya ia mengalami psikosomatik dan perlu diperiksa oleh dokter kejiwaan.
“Semua gejala itu sumbernya di otak,” ujarnya.
Simak Juga Video Berikut
Penanganan Psikosomatik
Andri mengatakan bahwa dalam pengobatan pasien psikosomatik, secara umum dokter akan memberikan obat-obat antidepresan atau anticemas. Selain itu, bisa juga diiringi dengan terapi sesuai kebutuhan.
Namun, menurut Andri sebenarnya tubuh dapat mengobati stres. Kuncinya adalah mengontrol diri sendiri.
“Kalau enggak bisa mengubah lingkungan, ubah diri dengan mengelola diri sendiri,” ungkap Andri.
Salah satu kendali terhadap diri sendiri adalah dengan memberi waktu tenang untuk menghindari distraksi untuk otak, seperti menarik diri dari media sosial. Andri juga mencontohkan praktik relaksasi dengan duduk tenang sambil menghitung atau mengucapkan kata-kata tertentu agar pikiran tidak melayang dan lebih fokus.
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement