Berkaca pada Ki Hajar Dewantara, Ikatan Guru Tunanetra Inklusif Perjuangkan Kesetaraan dalam Pendidikan

Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI) merayakan Hari Pendidikan Nasional (hardiknas) 2 Mei 2021 dengan semangat menjunjung kesetaraan di bidang pendidikan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 04 Mei 2021, 09:00 WIB
Ketua IGTI Bima Kurniawan. Foto. Tangkapan layar Youtube Ikatan Guru Tunanetra Inklusif.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI) merayakan Hari Pendidikan Nasional (hardiknas) 2 Mei 2021 dengan semangat menjunjung kesetaraan di bidang pendidikan.

IGTI sendiri adalah komunitas guru tunanetra yang mengajar di sekolah umum. Menurut Ketua IGTI Bima Kurniawan, S. Pd., M.Hum, hardiknas tidak terlepas dari peran serta dan perjuangan tokoh pendidikan, Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.

Ia menambahkan, Ki Hajar telah memperjuangkan arti pendidikan tanpa diskriminasi yang tidak hanya dapat dinikmati oleh sebagian kalangan saja, tetapi pendidikan untuk semua kalangan.

Pemikiran ini merupakan landasan dasar dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang menyatakan bahwa negara berperan dalam melindungi segenap kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemudian, ditegaskan pula oleh pengamalan sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam butir pengamalan yang bermakna mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia, kata Bima.

“Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara tidak hanya sebagai Bapak Pendidikan Nasional tetapi juga sebagai bapak pendidikan inklusif Indonesia. Pendidikan inklusif yang saat ini menjadi tujuan dasar global kiranya harus dimaknai secara utuh dan komprehensif,” kata Bima dalam apel daring IGTI, ditulis Selasa (4/5/2021).

Simak Video Berikut Ini


Kesetaraan bagi Berbagai Pihak

Pendidikan tidak berarti dikhususkan untuk peserta didik saja, lanjut Bima, tetapi di dalamnya meliputi pendidik, pengambil kebijakan, masyarakat dan komponen-komponen lain pendukung pendidikan itu sendiri.

Untuk peserta didik sudah selayaknya dan banyak dijelaskan dalam regulasi negara, tidak boleh ada diskriminasi atau pembedaan hak dan kewajiban untuk peserta didik yang satu dan yang lainnya khususnya peserta didik dengan disabilitas.

Di sisi lain, pendidikan juga tidak dapat dilepaskan dari para pendidik atau guru. Pendidik yang beragam, khususnya pendidik berkebutuhan khusus telah diberikan kesempatan seluas-luasnya agar dapat mengabdi sebagai putra terbaik atau pejuang pendidikan di negara ini, kata Bima.

“Untuk itu, sudah sepantasnya dihadirkan pula regulasi yang dapat menaungi, melindungi, dan menghormati hak serta kewajibannya sebagai seorang pendidik.”

Pengambil kebijakan seperti pemerintah pusat maupun pemerintah daerah selayaknya juga mengambil peran penting di dalam menyukseskan pendidikan di Indonesia yang secara kodrati masyarakatnya adalah masyarakat inklusif atau beragam.

Semua konsep dan hakikat yang dimaksud adalah tekad dan kesepakatan dalam perjuangan para pendidik yang memiliki hambatan penglihatan dan tergabung di dalam IGTI.

“Dalam kesempatan yang baik ini ikatan guru tunanetra inklusif sangat mendukung konsep pendidikan inklusif merdeka belajar, merdeka mengajar, pendidikan tanpa diskriminasi, pendidikan untuk semua. IGTI mendukung dan bersedia untuk berperan serta menyukseskan tujuan mulia itu,” tutup Bima.


Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya