Waspada Korupsi PNBP, Berikut Modusnya

Fitra mengungkap beragam modus yang dilakukan para oknum untuk mengambil porsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) demi keuntungannya sendiri.

oleh Athika Rahma diperbarui 03 Mei 2021, 14:10 WIB
Ilustrasi Korupsi

Liputan6.com, Jakarta Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mengungkap beragam modus korupsi yang dilakukan para oknum untuk mengambil porsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) demi keuntungannya sendiri.

Sekretaris Jenderal Seknas Fitra Misbah Hasan mengatakan, terdapat dua jenis praktik korupsi PNBP yang marak, baik di sektor Sumber Daya Alam (SDA) maupun non SDA.

"Di SDA ini, seringkali yang terjadi ialah pemberian ijin tambang, konservasi hutan, perkebunan dan lain-lain yang praktiknya melanggar undang-undang, terutama yang terjadi adalah suap kepada kepala daerah," ujar Misbah dalam diskusi virtual, Senin (3/5/2021).

Kemudian, praktik lainnya ialah potential loss hasil hutan terutama kayu. Menurut riset Fitra, terdapat banyak hasil hutan terutama kayu yang bisa jadi potensi PNBP namun gagal karena beragam faktor. Kemudian, banyaknya pihak yang tidak menyetor pendapatan langsung ke kas negara, namun dimasukkan terlebih dahulu ke rekening pribadi.

Untuk sektor non SDA, modusnya dapat berupa pungutan tanpa adanya dasar hukum, alias pungutan liar (pungli), kemudian keterlambatan penyetoran pajak ke kas negara, penggunaan langsung PNBP, pengelolaan PNBP di luar mekanisme APBN hingga penyelundupan pajak cukai.

"Kemudian, yang penting kita cermati bersama terutama untuk pemerintah daerah ialah terkait eksternalitas negatif, dimana upaya peningkatan PNBP baik migas non migas jangan sampai mengejar peningkatan penerimaan negara tapi terjadi kerusakan hutan dan lingkungan yang lebih parah, ini penting karena risikonya lebih besar," jelas Misbah.

Adapun menurut data BPK tahun 2019, dari 36 kementerian dan lembaga terdapat pengelolaan PNBP minimal Rp 352,38 miliar dan USD 78,07 juta yang belum sesuai dengan ketentuan.

"Temuan lain BPK atas PNBP ialah keterlambatan, kurang, atau tidak dipungutnya PNBP ke kas negara, lalu pungutan yang tidak memiliki dasar hukum dan tidak optimal karena tidak memiliki sistem pengawasan yang handal," ujar Misbah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Daftar 6 Kementerian dan Lembaga Penyumbang PNBP Terbesar, Siapa Saja?

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkontribusi memberikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan jumlah terbanyak sepanjang 2016 hingga 2020.

Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Slamet Widodo mengatakan, penerimaan PNBP K/L terbesar berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Penerimaan Kominfo dari 2016-2020 sekitar Rp 14 sampai Rp 19 triliun. Dibandingkan kementerian lain, jauhnya sangat signifikan," ujar Slamet dalam webinar Visi Integritas, Senin (3/5/2021).

Secara rinci, pada tahun 2016, Kominfo menyumbang PNBP sebesar Rp 14,9 triliun, Rp 17,8 triliun pada 2017, Rp 17,7 triliun pada 2018, Rp 19 triliun pada 2019 dan Rp 18,3 trilun pada 2020.

Posisi kedua ialah Kementerian Perhubungan dengan PNBP sejak 2016 mencapai Rp 5,6 triliun, Rp 6 triliun pada 2017, Rp 6,8 triliun pada 2018, Rp 7,8 triliun pada 2019 dan Rp 6,1 triliun pada 2020.

Posisi ketiga diduduki oleh Kepolisian Republik Indonesia dengan PNBP tahun 2016 sejumlah Rp 4,7 triliun, Rp 10,2 triliun pada 2017, Rp 9,7 triliun pada 2018, Rp 9,4 triliun pada 2019 dan Rp 7,6 triliun pada 2020.

Selanjutnya, di peringkat keempat, Kementerian Hukum dan HAM menyumbang PNBP tahun 2016 sebanyak Rp 3,4 triliun, Rp 3,2 triliun pada 2017, Rp 3,6 triliun pada 2018, Rp 4,4 triliun pada 2019 dan Rp 3,3 triliun pada 2020.

Lalu posisi kelima ialah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan PBNP sebanyak Rp 1,2 triliun pada 2016, Rp 200 miliar pada 2017, Rp 1 triliun pada 2018, Rp 700 miliar pada 2019 dan Rp 3,3 triliun pada 2020.

Terakhir, Kementerian ATR/BPN, dengan PBNP sejumlah Rp 2,1 triliun pada 2016, Rp 2,3 triliun pada 2017 dan 2019, Rp 2,2 triliun pada 2018 dan Rp 1,7 triliun pada 2020.

Slamet mengatakan, potensi PBNP ke depan juga akan semakin besar, terutama untuk sektor informatika.

"Mungkin kalau ingin menjaga penerimaan dari K/L, mungkin dari Kominfo termasuk yang penting," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya