WALHI Jabar Minta Sampah Medis Pandemi Jangan Dimusnahkan dengan Incenerator

Kelompok pemerhati lingkungan hidup di Jawa Barat, WALHI, meminta Pemerintah Jawa Barat menghentikan pemusnahan sampah medis di masa pademi menggunakan alat incinerator (alat bakar).

oleh Arie Nugraha diperbarui 04 Mei 2021, 16:00 WIB
Petugas berdiri di antara tempat sampah berisi limbah B3 medis Infeksius Covid-19 yang akan dimusnahkan di PT Jasa Medivest, Karawang, Jawa Barat, Kamis (10/12/2020). PT Jasa Medivest telah memusnahkan lebih dari 500 ton limbah B3 medis dari Maret - Oktober 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Bandung - Kelompok pemerhati lingkungan hidup di Jawa Barat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), meminta Pemerintah Jawa Barat menghentikan pemusnahan sampah medis di masa pademi menggunakan alat incinerator (alat bakar). Alasannya hal itu akan menambah buruknya kerusakan lingkungan.

Menurut Manajer Pendidikan WALHI Jawa Barat Haerudinas, teknologi incinerator ini menghasilkan pencemaran dan polusi udara. Selain itu Haerudinas mengatakan sisa abu pembakaran belum memiliki lokasi penampungan.

"Kayak misalkan di beberapa negara maju, di mereka sudah tidak pakai (incinerator) karena sisa abu pembakaran itu ternyata sangat beracun. Dan negara mana yang mau menampung abu itu misalkan? Enggak ada yang mau. Itu salah satu bahwa incenerator harus kita tolak, karena itu juga tidak sejalan dengan undang - undang tentang sampah," ujar Haerudinas di Bandung, Senin, 3 Mei2021.

Haerudinas menuturkan salah satu negara maju yang kebingungan membuang abu hasil pembakaran sampah adalah Singapura. Haerudinas mengaku dalam kurun waktu dua tahun terkahir, Pemerintah Singapura belum menemukan pengolahan abu bekas pembakaran sampah.

Haerudinas menuding Pemerintah Jawa Barat melepaskan tanggung jawab atas program pengelolaan sampah. Hal itu terbukti dengan adanya nota kesepahaman dengan pihak ketiga untuk memusnahkan sampah dengan cara dibakar.

"Pemerintah sebagai konsumen juga kemudian bekerja sama dengan produsen agar tidak perlu lagi membuat kantong - kantong ramah lingkungan di dalam produknya misalnya. Karena produsen sudah menyediakan pembakaran dan lain sebagainya," kata Haerudinas.

WALHI Jawa Barat menyatakan adanya hal ini dapat diartikan pemerintah sudah tidak mempunyai solusi dalam penanganan sampah medis. Sehingga memutuskan untuk menggunakan teknologi rumit dan tua serta tidak ramah lingkungan.

 


Jamed Tambah Kapasitas Penanganan Limbah B3

Sebelumnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui PT Jasa Medivest (Jamed) akan menambah kapasitas penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) infeksius hingga 24 ton per harinya, 500 kilogram per jam melalui dua mesin incinerator ramah lingkungan.

Alasannya limbah B3 infeksius di Jawa Barat (Jabar) berpotensi meningkat selama pelaksanaan vaksinasi COVID-19 berlangsung. Direktur Jasa Medivest Olivia Allan memperkirakan, jika disiapkan empat mesin incinerator maka kapasitas penanganan limbah B3 infeksius mencapai 48 ton per harinya

"Tahun ini, kami upayakan financial close untuk segera terbangunnya tambahan dua mesin incinerator lagi, sehingga total limbah infeksius yang bisa kami musnahkan menjadi 48 ton per hari," kata Olivia dalam keterangan resminya di Bandung, Jumat, 5 Februari 2021.

Olivia mengklaim penanganan limbah medis COVID-19 yang dilakukan Jamed bersifat aman terhadap lingkungan. Sebab, pemusnahan menggunakan insinerator berbasis teknologi stepped heart controlled air dengan dua proses pembakaran bersuhu 1.000-1.200 derajat celcius, dilengkapi pula alat kontrol polusi udara. (Arie Nugraha)


Infografis

Infografis 4 Tips Ciptakan Sirkulasi Udara di Ruangan Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya