5 Alasan Pemerintah Meniadakan Mudik Lebaran 2021

Ada 5 alasan Pemerintah meniadakan mudik Lebaran 2021.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 04 Mei 2021, 16:35 WIB
Calon penumpang membawa barang bawaannya di Terminal Poris Plawad, Tangerang, Banten, Jumat (30/4/2021). Kemenhub akan menempelkan stiker khusus pada kendaraan bus yang masih diperbolehkan beroperasi selama masa larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito kembali memaparkan, beberapa alasan Pemerintah meniadakan mudik Lebaran 2021. Upaya ini mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.

Aturan pelarangan mudik Lebaran 2021 termaktub dalam Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah.

Pertama, meningkatnya mobilitas penduduk berdampak pada meningkatnya jumlah kasus aktif. Wiku menjelaskan, data keterkaitan mobilitas dan peningkatan kasus pada 3 provinsi selama 4 bulan terakhir atau periode 1 Januari-12 april 2021. Ketiga provinsi yang dimaksud ialah Riau, Jambi dan Lampung.

"Ketiga provinsi ini menunjukkan tren peningkatan mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan, yang beriringan dengan tren peningkatan jumlah kasus aktif COVID-19," jelas Wiku di Jakarta sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Senin, 3 Mei 2021 malam.

Lebih rincinya, di Provinsi Riau menunjukkan, kenaikan mobilitas penduduk sebesar 7 persen, diiringi kenaikan kasus aktif mingguan sebesar 71 persen. Di Jambi, kenaikan mobilitas penduduk sebesar 23 persen, diiringi kenaikan kasus aktif mingguan 14 persen.

Di Lampung, kenaikan mobilitas mencapai 33 persen, diiringi kenaikan jumlah kasus aktif COVID-19 mingguan sebesar 14 persen. Melihat data ini, Satgas COVID-19 mengajak masyarakat lebih waspada berhati-hati dalam bepergian, khususnya periode libur Idulfitri.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, periode libur Idulfitri berkaitan erat dengan mobilitas penduduk karena adanya tradisi mudik di Indonesia. Contohnya, yang terjadi pada libur Idulfitri tahun 2020, mudik Lebaran menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 hingga 600 kasus setiap harinya. 

 

** #dilarangmudik 

     #ingatpesanibu

     #DILARANG MUDIK

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Mudik Pelepas Rindu yang Berisiko Penularan COVID-19

Aktivitas calon penumpang kereta api jarak jauh sambil menanti waktu keberangkatan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (1/5/2021). Calon penumpang KA Jarak Jauh memilih berangkat lebih awal sebelum batas pelarangan mudik lebaran 2021 pada 6 hingga 17 Mei 2021, (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kedua, mudik memang sarana pelepas rindu, tapi risiko amat besar di saat pandemi COVID-19. Mudik sangat dinantikan masyarakat setiap tahunnya, namun di saat pandemi seperti ini mengandung risiko yang lebih besar, utamanya risiko kehilangan orang terdekat apabila memaksakan diri mudik.

Ini karena potensi penularan virus Corona dapat terjadi. Tradisi mudik termasuk cara menunjukkan kasih sayang kepada keluarga di kampung halaman. Akan tetapi, itu bukan satu-satunya. Karena di tengah situasi pandemi ini, cara bijaksana menunjukkan kasih sayang adalah dengan melindungi sanak saudara, yakni lansia.

“Lansia mendominasi korban jiwa akibat COVID-19, yaitu sebesar 48 persen. Untuk itu, Pemerintah meminta masyarakat urung mudik demi menjaga diri sendiri dan keluarga kampung halaman dari tertular COVID-19," lanjut Wiku.

Ketiga, meningkatnya kasus berpotensi meningkatnya angka kematian. Melarang mudik merupakan keputusan yang tidak mudah. Keputusan ini diambil Pemerintah demi mencegah lonjakan kasus COVID-19.

Lonjakan yang kerap terjadi akibat beberapa kali momentum libur panjang yang terjadi selama tahun 2020, termasuk libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Jika angka kasus COVID-19 kembali naik, maka berdampak langsung terhadap keterisian tempat tidur rumah sakit.

"Dan yang paling kita takutkan tentunya adalah naiknya angka kematian," terang Wiku.


Perjalanan Mudik Berpotensi Sarana Penularan COVID-19

Sejumlah kendaraan melintasi ruas Tol Jagorawi, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Mulai 24 April 2020, pemerintah akan memberikan sanksi bagi warga yang nekat keluar masuk wilayah Jabodetabek dan wilayah zona merah virus corona COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Keempat, perjalanan selama mudik juga berpotensi sarana penularan COVID-19. Walaupun masyarakat sudah memiliki surat hasil tes negatif, bukan berarti terbebas dari VID-19.

Ada peluang tertular dalam perjalanan selalu terbuka. Apabila ini terjadi, dapat membahayakan keluarga di kampung.

Kelima, penularan virus Corona tidak mengenal batas teritorial negara. Terbukti dengan ditemukannya mutasi virus Corona yang menular dari satu negara kenegara lain, termasuk ditemukannya di Indonesia.

Dalam menghadapi ancaman yang datang dari dalam dan luar negeri, Pemerintah melalui lintas kementerian/lembaga bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) berkomitmen melakukan pembatasan mobilitas untuk mencegah importasi kasus antar negara maupun antar daerah.

Satgas COVID-19 telah mengeluarkan Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 beserta addendumnya. Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan khusus melalui surat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi terkait India, negara yang sedang mengalami krisis COVID-19.

Bagi Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari India, ditolak masuk. Pemberian visa bagi WNA asal India ditangguhkan sementara.


Infografis Larangan Mudik Lebaran 2021 dan Siasat Warga

Infografis Larangan Mudik Lebaran 2021 dan Siasat Warga. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya