Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan terus menagih utang anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo. Dari hasil audit BPK tahun 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah mencapai Rp 1,91 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban menyatakan, saat ini pihaknya masih terus mendalami masalah utang Lapindo ini.
Advertisement
"Kalau Lapindo itu masih kita teliti," kata dia dikutip Selasa (4/5/2021).
Namun demikian, lanjut Rionald, Kemenkeu memastikan apa yang menjadi utang dari Lapindo akan terus ditagih.
"Tapi pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan. Jadi itu yang untuk Lapindo," tutup dia.
Sebagai informasi, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun terdiri dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar.
Sebelumnya, pada Februari 2021 lalu, Anggota DPR RI Komisi V sekaligus perwakilan pengusaha korban lumpur Lapindo, Sungkono memenuhi undangan PJ Bupati Sidoarjo Hudiyono untuk membahas perkembangan proses ganti rugi sebagian warga dan pengusaha yang belum diterima hingga hari ini. Dalam waktu dekat Hudiyono akan mengirim surat ke presiden Joko Widodo.
Sudah 15 para pengusaha yang asetnya terendam lumpur ini belum jelas nasibnya. Perwakilan para pengusaha yang dipimpin Sungkono mengungkapkan keluh kesahnya dihadapan PJ Bupati Hudiyono.
"Saya sedih sebagai wakil rakyat belum bisa memperjuangkan nasib para pengusaha. Apalagi di tengah pandemi ini bukan hanya pengusaha besar saja yang kena dampaknya, pengusaha kecil juga, termasuk pengusaha korban lumpur apalagi," kata Sungkono,.
"Saya nelongso pak (saya sedih pak) karena sudah 15 tahun proses ganti rugi untuk aset pengusaha tidak jelas sampai sekarang. Jumlahnya ada 30-an pengusaha," tambah Sungkono.
Sungkono menegaskan, bahwa pengusaha ini merupakan korban. Karena sampai dengan sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah pusat.
"Jika masih seperti ini terus pengusaha yang tergabung dalam korban lumpur Lapindo akan mengambil langkah melakukan demo ke Jakarta," kata Sungkono.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenkeu Buka Ruang Pembayaran Piutang Lapindo Rp 773 M dengan Aset
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan terus berupaya menyelesaikan persoalan piutang perusahaan Lapindo Brantas, Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya kepada pemerintah sebesar Rp773 miliar. Komitmen itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata.
"Esensinya kita mau terus berprogres dengan mencoba berbagai cara agar kewajiban Lapindo bisa dipenuhi. Dari sisi internal kita konsultasi dengan Kejaksaan Agung, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ddan lainnya," kerasnya dalam webinar Transformasi Penanganan Piutang Negara, Jumat (4/12).
Isa menambahkan, pemerintah juga masih mengupayakan penyelesaian piutang oleh Lapindo dilakukan secara secara tunai. "Karena pembiayaan tunai itu masih prioritas pertama," paparnya.
Kendati demikian, pemerintah juga menghargai itikad baik dari Lapindo yang menawarkan aset untuk menyelesaikan kewajiban. Dengan catatan, aset yang diserahkan masih mempunyai nilai valuasi yang mampu menutup jumlah utang perusahaan.
"Mereka mau selesaikan pakai aset, oke kita jajajaki itu. Kita akan lihat aset yang ditawarkan di wilayah terdampak. Nanti kita lihat dan hitung kalau nilai valuasinya ada atau mampu menutupi (piutang)," tutupnya.
Perlu diketahui, Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada pemerintah. Padahal, dalam perjanjian yang diteken pada Juli 2015, disebutkan utang tersebut harus lunas pada Juli 2019.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN), Isa Rahmatarwata, mengungkapkan Lapindo baru menjalankan kewajibannya membayar cicilan terakhir pada Desember 2018. "Sejauh ini, pembayaran yang pernah dilakukan Desember 2018, baru Rp5 miliar," kata dia, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/7).
Padahal, total utang Lapindo adalah Rp731 miliar sebagai utang pokok. Ditambah dengan bunga 4 persen, maka total menjadi sekitar Rp773,382 miliar.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement