Hari Kebebasan Pers Dunia: Menlu AS Antony Blinken Minta Pemerintah Jangan Kekang Jurnalis

Menlu AS Antony Blinken berbicara di Hari Kebebasan Pers Dunia terkait peran jurnalis.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Mei 2021, 20:37 WIB
Sejumlah jurnalis tengah menggelar aksi solidaritas terhadap jurnalis Tempo Nurhadi, di Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Sabtu (3/4/2021). (Foto: Liputan6.com/Dikdik Ripaldi)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken turut memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia dan membahas peran jurnalis dalam menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Ia berkata AS mendukung penuh kebebasan pers di seluruh dunia.

"Kebebasan berekspresi dan akes ke informasi yang faktual dan akurat yang disediakan oleh media independen merupakan fondasi masyarakat demokratis yang sejahtera dan aman," tulis Menlu Blinken dalam keterangan resmi Kedutaan Besar AS, dikutip Selasa (4/5/2021).

Menlu Blinken berkata kebebasan jurnalis dijamin dalam Deklarasi Universal HAM bahwa seluruh individu memiliki hak untuk mencari, menerima, dan membagikan informasi dan ide melalui media apa pun tanpa ada batas.”

Hari Kebebasan Pers Dunia atau World Press Freedom Day diperingati setiap 3 Mei. Hari khusus jurnalis ini diperingati untuk meningkatkan kesadaran pentingnya pers yang merdeka, serta etika profesional dalam jurnalisme.

UNESCO mencetuskan Hari Kebebasan Pers Dunia sejak 1991. Tahun ini, temanya adalah Information as a Public Good.

Saksikan Video Pilihan Berikut:


Pemerintah Jangan Kekang Jurnalis

Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menlu Blinken juga memperingatkan aksi-aksi pemerintah yang mengekang jurnalis dengan dalih pandemi. Kinerja jurnalis dianggap penting untuk meningkatkan kewaspadaan publik akan penyalahgunaan, korupsi, misinformasi, dan disinformasi.

"Kami menyerukan kepada semua pemerintah untuk memastikan keamanan media dan melindungi kemampuan jurnalis untuk melakukan pekerjaan mereka tanpa rasa takut akan kekerasan, ancaman, atau penahanan yang tidak adil," ujar Blinken.

"Pemerintah tidak boleh menutup, memblokir, menghambat, menyensor, atau menyaring layanan, karena aksi-aksi semacam ini melemahkan dan terlampau membatasi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat dan berekspresi, mengganggu akses ke layanan penting, serta berdampak negatif terhadap ekonomi," ia menambahkan.

Menlu Blinken juga berkita AS berkomitmen untuk bekerja dengan mitra-mitra media, swasta, hingga LSM untuk mendukung akses informasi dan membela kebebasan berekspreasi, serta membela jurnalis yang berjuang melawan intimidasi, pelecehan, penangkapan, serta kekerasan dalam menjalankan tugas.


Kekerasan Terhadap Jurnalis

Forum Wartawan Tuban menggelar aksi solidaritas terhadap Nurhadi, jurnalis Tempo yang jadi korban penganiayaan saat bertugas. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Menlu Blinken membahas hak-hak jurnalis yang masih dilanggar, salah satunya pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. AS berjanji akan mencegah kasus Khashoggi terulang.

"Sebagai respons terhadap pembunuhan brutal Jamal Khashoggi, apa yang disebut "Kashoggi Ban" atau “Larangan Khashoggi”– guna membantu menciptakan efek jera perilaku mengancam terhadap media," ucap Blinken.

Lebih lanjut, Blinken berkata Laporan Praktik HAM di Negara-Negara 2020 yang dilansir pada bulan Mei mencakup belasan kasus pekerja media yang dianiaya, diserang, dan bahkan dibunuh terkait profesi mereka.

Berdasasrkan data Komite Perlindungan Jurnalis (Committee to Protect Journalists atau CPJ) melaporkan bahwa pada tahun 2020 jurnalis yang dibunuh akibat balas dendam terkait laporan mereka jumlahnya lebih dari dua kali lipat, dengan Meksiko dan Afganistan yang memiliki jumlah kasus terbanyak.

Sementara, CPJ melaporkan bahwa jumlah jurnalis yang dipenjara akibat laporan mereka pada 2020 mencapai nilai tertinggi sejak organisasi tersebut pertama kali mendata, dan Republik Rakyat China, Turki, serta Mesir menjadi negara-negara yang memenjarakan jurnalis terbanyak tahun lalu.

Hal serupa terjadi di Rusia yang terus membatasi pelaporan independen, termasuk Radio Free Europe/Radio Liberty.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya