Utang Indonesia Tambah Rp 1.177 T Tahun Ini, Apa Langkah Sri Mulyani?

Menteri Keuangan Sri Mulyani ungkap strategi kelola utang Indonesua yang kian menumpuk.

oleh Andina Librianty diperbarui 04 Mei 2021, 18:30 WIB
Utang Pemerintah (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan utang neto Indonesia pada tahun ini akan mencapai Rp 1.177,4 triliun, naik dari Rp 1.226,8 triliun pada 2020. Pengelolaan utang ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati.

Indonesia selama 2 tahun terakhir mengalami kenaikan defisit yang sangat tinggi untuk melawan pandemi Covid-19. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini sebesar 5,7 persen, sehingga menyebabkan utang mencapai 1.177,4 triliun.

"Meskipun kondisi Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara lain dari sisi total defisit maupun rasio defisit, dari sisi total utang dan rasio utang terhadap PDB, kita tetap harus hati-hati," kata Sri Mulyani dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 pad Selasa (4/5/2021).

Menurutnya, kenaikan jumlah utang dalam situasi yang tidak biasa seperti saat ini, tetap harus dikelola secara bijaksana. "Terutama dengan adanya tren kenaikan suku bunga global yang akan menimbulkan dampak kepada seluruh dunia," sambungnya.

Ia mengatakan, pemerintah akan menggunakan pembiayaan yang inovatif, mendukung pendalaman pasar dan akses pembiayaan terutama untuk UMKM dan masyarakat berpendapatan rendah tetap akan diprioritaskan.

"Dari sisi investasi juga untuk mendukung PMN dalam pembentukan dana abadi, yang bisa digunakan untuk sekaligus sebagai buffer dalam situasi shock seperti saat ini," katanya.

Dua tahun ini, APBN telah bekerja keras untuk melawan pandemi Covid-19 dan membuat perekonomian tetap berjalan. Maka 2022, kata Sri Mulyani, akan menjadi fondasi untuk mengembalikan agar defisit APBN paling tinggi 3 persen dari PDB pada 2023.

"Ini yang harus menjadi tantangan ke depan tahun 2023, dimana kita perlu mengakselerasi pemulihan ekonomi dan sekaligus memulihkan kesehatan APBN yang sudah bekerja sangat keras dalam dua tahun berturut-turut menghadapi pandemi ini," tutur Sri Mulyani.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Waspada, Utang Pemerintah Berpotensi Terus Membengkak

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/rawpixel

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyoroti utang pemerintah selama kuartal I 2021 yang tembus mencapai sebesar Rp6.445,07 triliun. Secara rasio, utang ini setara dengan 41,64 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, Ajib Hamdani menilai, potensi utang ini akan terus membengkak pada kuartal II dan selanjutnya. Karena dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, belanja pemerintah mencapai Rp2.700 triliun, sementara penerimaan pajak masih sangat rendah.

Adapun penerimaan pajak sampai akhir Maret 2021, baru Rp228,1 triliun yang masuk ke kas negara. Angka ini terkonstraksi 5,6 persen dengan penerimaan pajak pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.

"Kalau kita melihat kondisi per sekarang, utang pemerintah masih managable, tetapi mengarah untuk menjadi tidak managable sampai akhir 2021 ketika penggunaan utang tidak sesuai dengan arahan dan gagasan besar yang sudah dibuat oleh presiden," jelasnya kepada merdeka.com, Rabu (28/4).

Pemerintah masih mempunyai amunisi untuk menambah pundi-pundi kas negara melalui utang, dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid19. Artinya ini bisa menjadi sebuah pisau bermata dua, antara fleksibilitas kewenangan berhutang, sekaligus potensi debt overhang.

Namun yang perlu dicermati dan dikritisi lebih lanjut adalah, apakah utang pemerintah ini bisa mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi sehingga berujung naiknya penerimaan pajak atau tidak. Dan apakah utang pemerintah ini bisa menaikkan kinerja ekspor dan mendatangkan devisa yang berkelanjutan atau sebaliknya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya