6 Fakta Menarik tentang Batusangkar yang Jadi Benteng Belanda Saat Perang Padri

Batusangkar sebelumnya dikenal dengan nama Fort Van Der Capellen selama masa penjajahan Belanda.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2021, 09:02 WIB
Istana Pagaruyung di Batusangkar. (dok. Instagram @dhzstagram / https://www.instagram.com/p/BporLLiFgFt/?igshid=13jwm1x9cvzxc / Dinda Rizky)

Liputan6.com, Jakarta - Batusangkar merupakan kota yang jadi pusat pemerintahan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Kota ini terbagi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lima Kaum, Kecamatan Tanjung Emas, dan Kecamatan Sungai Tarab.

Daerah ini sebelumnya dikenal sebagai Fort Van Der Capellen selama masa penjajahan Belanda. Artinya, daerah tersebut merupakan benteng pertahanan Belanda yang didirikan saat Perang Padri. Benteng tersebut dibangun antara 1822--1826 yang akhirnya secara resmi diganti nama menjadi Batusangkar pada 1949.

Batu Angkek-angkek atau dalam bahasa Indonesia berarti angkat, menjadi salah satu batu yang melegenda di Batusangkar selain Batu Malin Kundang. Sekilas batu ini dilihat seperti cangkang kura-kura. Konon katanya, batu ini merupakan batu yang bisa meramal. Apabila seseorang dapat mengangkat batu tersebut, berarti keinginannya akan terwujud, begitu pun sebaliknya.

Namun, bukan itu saja hal menarik tentang Batusangkar. Dilansir dari berbagai sumber, berikut enam fakta menarik seputar Batusangkar yang dirangkum Liputan6.com.

 

1. Istana Pagaruyung yang Tahan Gempa

Istana Basa atau yang biasa dikenal dengan Istana Pagaruyung menjadi salah satu ikon wisata Kota Batusangkar. Saat memasuki istana tersebut, para pengunjung akan disambut dengan kemegahan bangunan yang terbuat dari kayu. Kayu tersebut bukanlah kayu biasa melainkan kayu yang yang dipilih secara khusus agar tahan lama.

Istana ini memiliki desain yang tahan terhadap gempa. Tiang-tiang penyangga pada bangunan ini merupakan warisan budaya yang sengaja dibuat miring agar tahan gempa. Sementara, material kayu yang ada di istana dihiasi dengan 60 ukiran yang menjelaskan filosofi dan budaya Minangkabau.

2. Masjid Tertua di Indonesia

Masjid tertua di Indonesia yang hingga saat ini masih berdiri kokoh yaitu Masjid Raya Rao-rao. Masjid seluas 16x16 meter persegi ini memiliki keunikan gaya arsitektur yang memadukan corak dari tiga bangsa, yaitu Melayu, Eropa, dan Timur Tengah.

Atap Masjid Rao-rao mewujudkan citra khas dari Minangkabau. Atap yang terbuat dari seng tersebut bersusun tiga dan di atasnya terdapat menara berbentuk segi empat. Menara segi empat ini beratap gonjong yang mengarah pada empat penjuru mata angin.

Masjid Rao-rao memiliki 13 jendela yang bermakna perwujudan 13 rukun sholat. Tak hanya itu, masjid ini juga terdapat enam buah pintu yang bermakna enam penciptaan masa alam. Masjid ini termasuk dalam salah satu situs Cagar Budaya di Kabupaten Tanah Datar.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


3. Cagar Budaya Batikam

Koin Capellen yang digunakan untuk Bertransaksi di Pasar Van Der Capellen (dok. Instagram @pasarcapellen / https://www.instagram.com/p/CLsnmMhAdey/?igshid=1573deeo3k821 / Dinda Rizky)

Cagar Budaya Batikam atau yang biasa disebut Batu yang tertusuk merupakan salah satu lokasi bersejarah. Batu Batikam ini berupa batu dengan bekas tusukan keris Datuak Parpatiah Nan Sabatang.

Luas wilayah cagar budaya ini yaitu 1.800m2. Batu ini menjadi bukti bahwa ada Kerajaan Minangkabau di zaman Neolitikum. Dahulu, tempat ini digunakan sebagai tempat musyawarah kepala suku atau medan nan bapaneh. Maka, Batu Batikam melambangkan betapa pentingnya musyawarah dan perdamaian di Minangkabau.

4. Belanja Menggunakan Koin

Pasar Van Der Capellen menjadi salah satu pasar yang menyajikan jajanan jaman dulu khas Minang. Pasar ini telah dibuka sejak 2018 hingga sekarang. Para penjual di pasar ini mengenakan baju ‘kuruang basibah’ lengkap dengan peralatan makan zaman dahulu.

Sistem transaksi di pasar Capellen tak biasa. Ketika berbelanja di pasar ini hanya bisa menggunakan koin khusus, yaitu koin Capellen. Bagi orang-orang yang hendak berbelanja harus menukarkan uang tunai dengan koin kayu seharga Rp2.500 per koin.


5. Yoghurt Khas Minang

Dadiah, yoghurt khas Minang (dok. Instagram @gnfi / https://www.instagram.com/p/8XY8LwNPhu/?igshid=1kms5kqq6flro / Dinda Rizky)

Dadiah merupakan salah satu makanan khas Batusangkar yang terbuat dari susu kerbau murni. Pertama-tama, susu kerbau akan dimasukan terlebih dahulu ke dalam bambu untuk proses fermentasi. Hal ini membuat rasanya menjadi asam dan aromanya yang khas membuat orang-orang menyebutnya yogurt khas Minang.

Biasanya, dadiah dihidangkan bersama emping (beras ketan yang ditumbuk pipih) dan gula merah yang terkenal manis serta legit. Sajian tersebut biasa dikenal dengan ampiang dadiah. Namun, dadiah juga dapat dinikmati langsung tanpa makanan pendamping.

6. Minuman Khas Niro Talua

Minuman khas yang tak bisa ditemukan di daerah lain yaitu Niro Talua. Minuman ini terbuat dari nira yang diaduk dengan kuning telur. Air nira adalah cairan yang dihasilkan dari tandan bunga Anau/Aren dengan melalui proses penyedapan.

Niro Talua memiliki manfaat bagi kesehatan di antaranya dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan dapat meningkatkan energi dengan cepat. Minuman ini bisa dijumpai di Nagari Baruah Bukit atau menjelang kawasan objek wisata Puncak Pato. (Dinda Rizky Amalia Siregar)


Dilarang Mudik

Infografis Dilarang Mudik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya