Liputan6.com, Jakarta - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih berlanjut. Hal itu lantaran puluhan pegawai KPK dikabarkan tidak lulus tes.
Koalisi Masyarakat Save KPK pun menyampaikan pernyataan sikap terkait wacana pemberhentian puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan. Menurut koalisi, hal itu adalah salah satu upaya pembusukan KPK dari dalam.
Advertisement
"Dalam alih status KPK wajib hukumnya mempedomani putusan MK Nomor: Nomor 70/PUU-XVII/2019 pada [angka. 3.22] hal. 340," kata perwakilan Koalisi Save KPK, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Rabu (5/5/2021).
Kurnia menilai, dalam Peraturan KPK juga telah ditentukan penghitungan terhadap masa kerja dalam jenjang pangkat sebelum pegawai KPK menjadi ASN (Pasal 7 Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara).
"Adanya ketentuan mekanisme pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan kondisi faktual pegawai KPK," tegas Kurnia.
Oleh karena itu, lanjut Kurnia, Mahkamah perlu menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan maksud adanya Ketentuan Peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut.
"Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan," tutur Kurnia.
Koalisi Save KPK menilai, asesmen tidak dapat digunakan dan bukan instrumen yang dapat dipakai untuk mengangkat atau tidak sebagai aparatur sipil negara. Merujuk arti secara kebahasaan, asesmen berbeda dengan seleksi.
"Seleksi adalah pemilihan (untuk mendapatkan yang terbaik) atau penyaringan. Sedangkan Asesmen adalah proses penilaian, pengumpulan informasi dan data secara komprehensif," ungkap Kurnia.
"Tindakan yang menyesatkan perbedaan antara seleksi dan assesmen tidak saja bersifat manipulative tapi juga suatu perbuatan melawan hukum," tegas Kurnia lagi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Stop Usaha Pembusukan KPK
Melalui argumen yang dibeberkan, Kurnia meminta, kepada para pihak untuk memberhentikan segala bentuk proses pembusukan KPK.
"Sudahi dan STOP segala bentuk tindakan yang ditujukan untuk dan sebagai bagian dari proses pembusukan KPK. Salah satu tindakan dimaksud adalah menyingkirkan sumber daya manusia KPK yang merupakan pegawai-pegawai yang sudah terbukti rekam jejaknya adalah figur yang memiliki integritas dan komiten tinggi dalam melakukan pemberantasan korupsi," jelas dia.
Dia juga meminta, Ketua KPK untuk menjalankan kewajiban bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan membuka akses informasi sesuai Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU No. 30 Tahun 2002 jo UU No. 19 Tahun 2019 atas hasil assesmen yang dijadikan penilaian dan kebijakan untuk menyingkirkan pegawai KPK melalui proses litsus.
"Hal itu dilakukan untuk tidak menimbulkan dampak yang lebih luas lagi pada KPK dan upaya pemberantasan korupsi maka perlu membentuk Tim Invetigasi yang melibatkan partisipasi publik secara luas guna melakukan melakukan investigasi yang menyeluruh atas dugaan skandal pembebrhentian pegawai KPK," Kurnia menandasi.
Mengutip Pasal 23 Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, Pegawai KPK hanya dapat diberhentikan dengan alasan: a. Meninggal dunia; b. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan c. Permintaan sendiri secara tertulis.
Advertisement