Liputan6.com, Jakarta - Warga Australia yang berada di India kesal akibat aturan larangan ketat perjalanan di masa pandemi. Mereka tidak diizinkan pulang ke negaranya karena India sedang dilanda gelombang kedua Covid-19 yang tinggi.
Kekesalan itu salah satunya datang dari Vikas Mahajan yang sedang membantu merawat orangtua lanjut usia. Ia bersama istri dan kedua anaknya tak percaya bahwa mereka akan terjebak di India.
Baca Juga
Advertisement
“Kami merasa dikhianati dan menjadi sasaran yang tak adil oleh keputusan kontrovesional oleh pemerintah federal. Pemerintah Australia telah melepaskan semua tanggung jawabnya terhadap warganya dan membiarkan kita semua mati di sini,” kata Mahajan seperti dikutip dari laman Asia One, Rabu, 5 Mei 2021.
Mahajan adalah satu dari sekitar 9.000 warga Australia yang terdampar di India. Bagi mereka yang memaksa pulang kampung, akan dihukum hingga lima tahun penjara dan denda besar.
Akibat itu, mereka berinisiatif membuat halaman media sosial, Facebook yang berjudul ‘Orang Australia terjebak di India’. Langkah tersebut telah menarik hampir 18.000 anggota. Mereka mengunggah dan memohon dari orang-orang yang putus asa untuk dievakuasi dari negara itu.
Kebijakan pemerintah Australia dikecam luas. Mereka dituduh melakukan rasisme dan diskriminasi. Pemerintah Australia telah membela langkah-langkah kontroversial tersebut dengan alasan untuk mencegah virus memasuki negara itu dan mengurangi sistem karantina karena jumlah warga yang tiba dari India dengan Covid-19.
PM Australia Scott Morrison mencoba menjawab kritikan yang luas dari publik. Ia mengatakan bahwa kecil kemungkinan pelancong dari India akan menghadapi hukuman maksimum.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Situasi Ekstrem
Chandan Magewala, agen perjalanan berbasis di Malbourne saat ini berada di India. Ia menjelaskan banyak dari mereka yang terdampar di negara tersebut sedang berjuang di situasi ekstrem, karena jumlah peningkatan Covid-19 di India.
“Larangan itu membuat banyak keluarga terpukul karena harus menanggung biaya hidup mereka di India, ditambah lagi semua tagihan seperti listrik air dan cicilan rumah,” jelasnya.
Banyak dari mereka yang telah kehilangan pekerjaan atau rumah kerena memperpanjang masa tinggal mereka di India. Magewala mengatakan ia menerima banyak telepon dari orang-orang yang ingin meninggalkan India.
“Tapi saya tidak dapat membantu mereka karena tidak ada penerbangan yang beroperasi saat ini, bahkan sebelum pelarangan kapasitas penerbangan sudah dibatasi 30 orang per penerbangan dari rata-rata 300 orang karena aturan penerbangan, jarak fisik membuat harga tiket melonjak,” jelasnya. (Muhammad Thoifur)
Advertisement