Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan pengembangan energi panas bumi di Indonesia akan membawa dampak ekonomi luas. Sehingga, tak terbatas pada peningkatan realisasi investasi semata.
"Selain meningkatkan investasi dalam negeri, pengembangan panas bumi juga memberikan kontribusi ekonomi (luas)," ungkap Dadan dalam paparannya yang dibacakan oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya pada webinar bertajuk Sinergi Mendukung Percepatan Pengembangan Panas Bumi, Kamis (6/5).
Advertisement
Pertama, adanya peningkatan penerimaan negara dari pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara. Menurutnya, dalam hal ini ialah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Panas bumi memberikan kontribusi ekonomi melalui penerimaan negara bukan pajak dengan capaian Rp1,96 triliun pada tahun 2020," terangnya.
Manfaat pengelolaan panas bumi selanjutnya ialah pengembangan ekonomi dan ketrampilan masyarakat di daerah. Menyusul adanya program community development dari pihak perusahaan pengembang.
"Program community development ini memang menjadi kewajiban dati badan usaha pengembang panas bumi," terangnya.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam panas bumi yang ada di Indonesia. Mengingat berbagai manfaat yang akan dinikmati masyarakat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bonus Produksi Panas Bumi Capai Rp 101 Miliar di 2020
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) mencatat melalui kegiatan pengusahaan panas bumi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) total bonus produksi sejak triwulan 1 hingga 4 tahun 2020 mencapai Rp 101.521.867.351.
Angka ini dihitung melalui rekonsiliasi perhitungan besaran bonus produksi 16 PLTP pada WKP/Area yang telah berproduksi secara komersil, dan dikelola oleh pengembang Eksisting (Kuasa & Kontrak Operasi Bersama/KOB) dan Izin Panas Bumi (IPB).
Bonus produksi adalah salah satu bentuk pemanfaatan pengembangan panas bumi yang dapat dirasakan langsung oleh daerah penghasil.
Penggunaan bonus produksi ini diprioritaskan untuk masyarakat yang berada paling dekat dengan proyek atau kegiatan pengusahaan panas bumi.
Manfaat bonus produksi dapat memupuk rasa kepemilikan oleh masyarakat terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi tersebut sehingga tercipta sinergi antara masyarakat dengan badan usaha pengembang panas bumi dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas bumi
Perhitungan bonus produksi mengacu pada pasal 12 ayat 1 dan pasal 13 Permen ESDM nomor 23 Tahun 2017 serta persentase daerah penghasil tahun 2020 sesuai Kepmen ESDM nomor 115 tahun 2020.
“Dari hasil rekonsiliasi hari ini, tercatat untuk bonus produksi triwulan IV 2020 sebesar Rp 29.476.861.948, sehingga total untuk tahun 2021 menjadi kurang lebih RP 101 miliar. Bonus produksi ini wajib disetorkan langsung oleh pengembang panas bumi kepada Pemkab/Pemkot penghasil, dan ada 26 Kabupaten/Kota sebagai penerima bonus produksi tersebut,” ujar Koordinator Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi, Budi Herdiyanto, pada Rapat Rekonsiliasi Perhitungan Bonus Produksi Panas Bumi Triwulan IV, pekan lalu.
Pengembang wajib menyetorkan bonus produksi melalui Rekening Kas Umum Daerah penghasil paling lambat 14 hari kerja sejak penetapan besaran bonus produksi oleh Direktur Jenderal EBTKE atas nama Menteri ESDM.
Yang dimaksud dengan eksisting yaitu pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, Kontrak Operasi Bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
Dalam hal ini, area yang termasuk eksisting yaitu Kamojang, Ulubelu, Lahendong, Salak, Darajat, Wayang Windu, Sibayak, Dieng, Patuha, Sarulla, Karaha, Lumut Balai, dan Sibayak.
Dan yang termasuk wilayah IPB adalah Ulumbu, Sorik Marapi, Muara Laboh, dan Mataloko. Sampai saat ini, PLTP Sibayak dan Mataloko belum beroperasi.
Melalui bonus produksi ini diharapkan terbentuk program-program peningkatan kesejahteraan daerah penghasil sehingga mendorong tumbuhnya rasa memiliki terhadap proyek pengusahaan panas bumi.
Hal ini akan menciptakan terwujudnya kondisi yang kondusif antara pengembang panas bumi, Pemerintah dan masyarakat daerah penghasil.
Kabupaten Bandung merupakan penerima terbesar bonus produksi panas bumi yaitu sebesar Rp 147,59 miliar periode 2014-2020.
Advertisement