HEADLINE: Nasib 75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan Tak Jelas, Saling Lempar Tanggung Jawab?

Selama belum ada penjelasan lebih lanjut dari BKN dan Kemen PAN-RB maka KPK tidak akan memberhentikan pegawai yang tidak lolos.

oleh RinaldoNanda Perdana PutraDelvira HutabaratLizsa Egeham diperbarui 07 Mei 2021, 07:07 WIB
Banner Infografis 75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Alih status kepegawaian di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menyisakan pertanyaan. Usai Pimpinan KPK mengumumkan 75 pegawai yang tak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berarti mereka tak akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) KPK, status puluhan pegawai KPK ini belum ada kepastian.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (6/5/2021) mengatakan, sesuai keputusan rapat seluruh Pimpinan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas dan Pejabat Struktural di lingkungan KPK, disimpulkan Sekretaris Jenderal KPK akan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan terhadap hasil TWK untuk disampaikan kepada pegawai yang dinyatakan memenuhi syarat maupun yang tidak.

Adapun tindak lanjut untuk pegawai yang tidak memenuhi syarat akan dikoordinasikan dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB). Selama belum ada penjelasan lebih lanjut dari BKN dan Kemen PAN-RB maka KPK tidak akan memberhentikan pegawai yang tidak lolos.

Namun, peryataan itu dibantah Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Dia mengatakan, seharusnya keputusan status 75 pegawai KPK yang tidak lulus dalam TWK untuk peralihan status pegawai menjadi ASN berada dalam kewenangan KPK. Sebab, dia menilai mereka yang tidak lulus belum berstatus sebagai ASN.

"Keputusan KPK, karena mereka (pegawai yang lolos TWK) saat ini masih bukan ASN," katanya saat dihubungi, Kamis (6/5/2021).

Walaupun begitu, pihaknya akan segera berkoordinasi terlebih dahulu bersama Kemen PAN-RB dan KPK terkait kelanjutan nasib para pegawai. Sebab, sebelumnya KPK melemparkan hal tersebut kepada pemerintah.

"Nanti akan rapat koordinasi dulu, karena bolanya dilempar lagi ke pemerintah," bebernya.

Hal senada juga disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Tjahjo Kumolo. Dia mengaku heran terkait dengan keputusan nasib pegawai KPK yang harus ditetapkan oleh pihaknya. Dia mengatakan, keputusan tersebut seharusnya berada di tangan pimpinan KPK dan tidak diserahkan kepada Kemen PAN-RB.

"Dasar tes pegawai KPK adalah peraturan Komisioner KPK. Kemen PAN-RB tidak ikut dalam proses tes wawasan kebangsaan tersebut, kerja sama KPK dengan BKN, keputusan dari tim wawancara tes, hasil diserahkan ke pimpinan KPK, ya sudah selesai," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (6/5/2021).

Politikus PDIP itu justru bingung dilemparkan tanggung jawab oleh KPK. Tjahjo mengatakan, sejak awal tes ASN itu merupakan masalah internal KPK. Ia mengaku tidak tahu jika KPK akan berkomunikasi dengan Kemen PAN-RB.

"Kok dikembalikan ke PAN-RB, dasar hukumnya apa? Ini kan intern rumah tangga KPK. Sejak awal kan ini masalah intern KPK," Tjahjo menandaskan.

Dengan semua pernyataan di atas, artinya posisi pegawai KPK masih status quo, tak ada yang berubah. Bahkan, bagi mereka yang dinyatakan lolos TWK, hingga kini status mereka belum ASN. Sedangkan bagi mereka yang tidak lolos TWK, belum ada tanda-tanda akan diberhentikan.

 

 

 

Infografis 75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan. (Liputan6.com/Abdillah)

Ketua KPK Firli Bahuri bahkan menegaskan, sampai saat ini tidak ada pemecatan bagi 75 pegawainya yang tidak memenuhi syarat dalam TWK.

"Saya ingin katakan, sampai hari ini KPK tidak pernah menegaskan dan menyampaikan ada proses pemecatan. KPK juga tidak pernah berbicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah berbicara tentang pegawai yang diberhentikan dengan hormat, tidak ada," ucap Firli saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu kemarin.

Lebih lanjut, Firli mengatakan lembaganya tunduk pada undang-undang sehingga sampai saat ini tidak ada niatan untuk memecat pegawai.

"Karena KPK sangat paham, KPK pelaksana undang-undang, pelaksana peraturan undang-undang dan menjalankan secara selurus-lurusnya. Kami tunduk pada undang-undang sehingga sampai hari ini belum ada niat ataupun keinginan melakukan pemecatan terhadap pegawai," kata Firli.

Sementara itu, dari gedung wakil rakyat di Senayan, muncul gagasan untuk mengakomodir keinginan publik dan aturan undang-undang sekaligus. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, para pegawai KPK yang tak lolos seleksi itu tak perlu diberhentikan.

"Pegawai KPK yang tidak lolos tes diberikan pelatihan lebih tentang wawasan kebangsaan dan menandatangani semacam pakta interigras untuk setia pada NKRI, lalu mereka bisa melanjutkan karier di KPK," ujar Sahroni kepada Liputan6.com, Kamis (6/5/2021).

Menurut dia, yang terpenting adalah adanya pernyataan soal integritas. Sedangkan soal kinerja, Sahroni menilai para pegawai KPK yang tak lolos tersebut tak perlu diragukan lagi karena selama ini sudah berpengalaman menangani kasus-kasus korupsi.

"Saya yakin semua pegawai KPK adalah punggawa antikorupsi, hebat dan berintegritas. Jadi tak perlu dipecat," Sahroni menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Peringatan dari Mahkamah

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri (kedua kanan) usai mengumumkan hasil penilaian dalam rangka pengalihan status kepegawaian di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan, 75 orang tidak lulus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 

Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk mematuhi aturan hukum terkait status kepegawaian para pegawai KPK.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah disebutkan bahwa alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak boleh merugikan para pegawai KPK. Dia pun menilai Firli Bahuri telah gagal dalam mengelola Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status tersebut.

"Selaku Ketua KPK, Firli Bahuri wajib mematuhi aturan hukum dan putusan MK yang telah menegaskan bahwa peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri," kata Kurnia di Jakarta, Kamis (6/5/2021).

Dia merasa miris saat mendengar 75 pegawai KPK diberhentikan karena tidak lolos TWK. Karena kata dia, 75 pegawai KPK yang diberhentikan itu memiliki rekam jejak yang luar biasa dalam memberantas korupsi.

"Yang sangat menyesakkan dan membuat miris, sebagian besar insan pegawai yang diberhentikan adalah punggawa-punggawa KPK yang mempunyai rekam jejak luar biasa karena telah berhasil menangani perkara mega akbar skandal korupsi," ujar Kurnia.

Menurutnya, munculnya TWK sebagai syarat alih status tersebut hanya merupakan penyiasatan hukum untuk memuluskan agenda pribadi para oknum di KPK. Jika KPK angkat tangan setelah berencana memberhentikan 75 pegawainya, menurutnya hal itu termasuk tindakan melanggar HAM.

"Tindakan di atas dapat dikualifikasi juga sebagai tindakan pelanggaran HAM," kata Kurnia.

Menurutnya, 75 pegawai KPK yang akan diberhentikan itu merupakan buntut dari melemahnya KPK, sejak revisi UU KPK atau diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Kurnia melihat, pemberantasan korupsi di Indonesia semakin berada di titik nadir.

"KPK yang tugas utamanya memberantas korupsi tapi justru memproduksi banyak masalah dan seakan tidak kunjung henti," katanya.

"Mulai dari problematika revisi UU KPK dan berbagai kontroversi kebijakan pimpinan KPK periode 2019-2023," Kurnia memungkasi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan pegawai KPK, sesuai hak-hak yang didapatkannya.

Hal tersebut tertuang dalam berkas putusan terkait uji formil dan materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019.

Adapun perkara tersebut diajukan oleh sejumlah akademisi yakni Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid. Kemudian Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.

"Mahkamah perlu menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan maksud adanya ketentuan peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN," demikian yang tercantum dalam berkas putusan yang dikutip Liputan6.com, Kamis (6/5/2021).

"Dengan alasan apa pun di luar desain yang telah ditentukan tersebut," lanjut kutipan tersebut.

Dalam berkas putusan itu juga dijelaskan bahwa, menurut Mahkamah, adanya ketentuan mekanisme pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN yakni untuk memberi jaminan kepastian hukum sesuai dengan kondisi faktual pegawai KPK.

Oleh karena itu, Mahkamah menilai dalam proses peralihan tersebut tidak boleh merugikan dan mengurangi hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

"Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan," tulis Mahkamah dalam berkas permohonan.

 


Perjalanan Menjadi ASN KPK

Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Sebelum kehebohan seputar hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK ini muncul, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Aturan tersebut diteken Jokowi pada 24 Juli 2020 dan berlaku pada saat tanggal diundangkan yakni 27 Juli 2020.

"Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN," demikian bunyi Pasal 1 Ayat 7 PP tersebut.

Dalam PP 41/2020 ini, ruang lingkup pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN meliputi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

Terdapat sejumlah syarat dan tahapan terkait pengalihan status pegawai ini. Mulai dari penyesuaian jabatan hingga pemetaan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki.

Kemudian, sepanjang tanggal 18 Maret sampai 9 April 2021, KPK bekerjasama dengan BKN RI telah melakukan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai. Terdapat 2 orang diantaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

Instansi pemerintah yang terlibat bersama BKN RI dalam pelaksanaam asesmen TWK pegawai KPK adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Adapun aspek-aspek yang diukur dalam asesmen TWK pegawai KPK oleh BKN RI bersama instansi lainnya adalah:

a. Aspek Integritas

Integritas dimaknai sebagai konsistensi dalam berperilaku yang selaras dengan nilai, norma, dan atau etika organisasi/berbangsa dan bernegara, serta bersikap jujur.

b. Aspek Netralitas ASN

Netralitas ASN dimaknai sebagai tindakan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.

c. Anti Radikalisme

Anti Radikalisme dimaknai sebagai sikap tidak menganut paham radikalisme negatif, memiliki toleransi, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan yang sah, dan/atau tidak memiliki prinsip konservatif atau liberalisme yang membahayakan dan yang menyebabkan disintegritas.

Dan bertempat di Gedung Merah Putih, Pimpinan KPK mengumumkan ada 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memaparkan hasil TWK alih status ini terdiri atas dua kategori yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.

"Hasil sebagai berikut, pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1.274 orang, yang tidak memenuhi syarat ada 75 orang," kata Nurul Ghufron, Rabu (5/5/2021).

Namun, hasil ini dikritisi sejumlah kalangan. Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, menilai alih status kepegawaian menjadi ASN dan TWK untuk para pegawai KPK merupakan kebijakan yang dirancang untuk melemahkan lembaga antirasuah itu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, sejak awal alih status kepegawaian menjadi ASN sudah diprediksi akan semakin melemahkan KPK. Kurnia mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan DPR bertanggung jawab atas pelemahan KPK itu.

"Sebab dua cabang kekuasaan itu yang pada akhirnya sepakat merevisi UU KPK dan memasukkan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi ASN," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5/2021).

Bahkan, Kurnia menyebutkan bahwa sejumlah pegawai KPK yang memiliki integritas dikabarkan tidak lulus pada tes tersebut. Hal ini menambah kecurigaan ICW bahwa alih status kepegawaian KPK menjadi ASN dirancang menjadi jalan terakhir untuk melemahkan lembaga antirasuah.

"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," ujar dia.

 

Reporter: Rifa Yusya Adilah-Intan Umbari Prihatin/Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya