Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan harga emiten menjadi momen menarik bagi para investor, hal ini tak terlepas dari keuntungan yang bisa didapat apabila ingin melepas saham yang dimiliki.
Meski demikian, kenaikan harga saham tak bisa langsung melojak tinggi dalam waktu sekejab, terdapat aturan yang telah ditetapkan otoritas terkait Auto Rejection Atas atau ARA.
Tak hanya ARA, saham yang mengalami penurunan juga memiliki ketentuan yang disebut Auto Rejection Bawah atau ARB.
Kenaikan dan penurunan harga saham sebuah emiten juga dijelaskan pada Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia, Nomor: Kep-00108/BEI/12-2020, Perihal Perubahan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas. Terbit pada 4 Desember 2020, ketentuan ini berlaku sejak 7 Desember 2020.
Pengamat Pasar Modal dan Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menuturkan, bila harga saham sudah mencapai batasan ARA yang ditetapkan, harga tersebut tak lagi bisa mengalami kenaikan pada hari yang sama.
"Itu sebenarnya aturan dari otoritas, jadi ketika harga saham itu naik ada batasannya jadi kalau naik itu terbatas kenaikannya. Jadi ada batasnya mentok di atas itu berapa," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (8/5/2021).
Baca Juga
Advertisement
Untuk penetapan harga, Hans menyebut kenaikan yang akan mulai dihitung ialah harga pembukaan emiten di hari tersebut. Untuk batas kenaikan semua tergantung dari harga saham emiten itu sendiri.
"Jadi ada mekanisme harga praopening ya jadi dia bisa turun dan naik. Untuk harga 50 hingga 200 batasannya itu 35 persen, sedangkan 200 hingga 5.000 itu batasannya 25 persen, sedangkan lebih dari 5.000 itu 20 persen," ujarnya.
Pembatasan ini menjadi pengingat bila harga saham tak bisa melebihi ketentuan yang telah ditetapkan. Meski demikian, investor masih bisa melakukan pembelian saham di harga tertinggi.
"ARA cuma membatasi saja, jadi enggak bisa naik lagi, bisa beli tapi antre. Kalau sudah berapa kali ARA nanti bisa keluar transaksi di luar kewajaran dan menjadi UMA (unusual market activity)," ujar Hans.
UMA dimaksudkan sebagai peringatan kepada investor bila saham yang bergerak di luar kewajaran. Meski demikian, emiten yang terkena UMA belum tentu melakukan pelanggaran.
"Kalau masih juga mengalami kenaikan tak wajar, nanti disuspen, itu adalah mekanisme bursa. Jadi minta keterangan kepada emiten, memberikan waktu kepada investor dan kenapa sahamnya naik, nanti kalau sudah, dibuka lagi," tuturnya.
Sedangkan untuk ARB, batasan yang ditetapkan sebesar 10 persen. Berbeda dengan ARA, seluruh harga emiten saham memiliki ketentuan yang sama.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ketentuan Harga Saham
Berikut ketentuan harga saham yang bisa terkena ARA dan ARB berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI:
1. Saham dengan rentang harga Rp 50 hingga Rp 200:
Auto rejection atas (ARA) saat harga order buy lebih dari 35 persen di atas harga acuan
Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7 persen di bawah acuan
2. Harga saham Rp 200 hingga Rp 5.000:
Auto rejection atas (ARA) saat harga order buy lebih dari 25 persen di atas harga acuan
Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7 persen di bawah harga acuan
3. Harga saham di atas Rp 5.000
Auto rejection atas (ARA) saat harga order buy lebih dari 20 persen di atas harga acuan
Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7 persen di bawah acuan
Advertisement