Liputan6.com, Jakarta Disabilitas intelektual adalah ragam disabilitas yang ditandai ketidakmampuan yang ditunjukkan dengan adanya keterbatasan pada fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang membutuhkan kemampuan konseptual, sosial, serta praktis.
Menurut Co-Founder Pijar Psikologi, Regis Machdy, anak dengan disabilitas intelektual memiliki karakteristik psikologis dan perilaku tersendiri.
Advertisement
Secara psikologis, kemampuan working memory anak dengan disabilitas intelektual tidak berfungsi sebagaimana anak dengan IQ umum. Mereka cenderung sulit mengingat informasi karena tidak memiliki kapasitas kognitif yang cukup untuk mengingat, mengolah, mengevaluasi, dan bertindak atas working memory yang dimiliki.
“Belum lagi dengan produksi bahasa, karena bahasa dengan intelektual kaitannya erat sekali, bahasa itu masalah konsep atau simbol-simbol yang kita pahami,” kata Regis dalam kuliah umum yang ditayangkan di YouTube pribadinya (Regis Machdy), ditulis Sabtu (8/5/2021).
Dari sisi regulasi diri atau pengelolaan perilaku, anak dengan disabilitas intelektual juga memiliki kesulitan. Hal ini termasuk juga dalam aspek melakukan sesuatu, merencanakan, dan mengevaluasi kesalahan.
“Fokusnya bahkan yang penting anak bisa ke toilet aja, ke toilet itu kan butuh perencanaan. Mulai dari merasa ingin buang air, jalan ke toilet, buka pintu, buka kloset, buang air, siram, tutup, itu kan butuh perencanaan, bagi anak disabilitas intelektual langkah demi langkahnya harus jelas.”
Simak Video Berikut Ini
Motivasi dan Permasalahan Sosial
Disabilitas intelektual juga turut berpengaruh pada motivasi diri dan kehidupan sosial. Timbulnya motivasi diri memerlukan pemahaman konsep atas dunia, dengan demikian seseorang dapat menggali potensi diri dan mengembangkan keahliannya.
Namun, bagi anak dengan disabilitas intelektual hal ini sulit terjadi karena konsep-konsep dasar itu sulit terbentuk sehingga kesadaran terhadap diri dan lingkungan seolah menjadi hal yang jauh untuk dipahami.
“Jadi motivasi yang paling bisa kita bahas pada anak-anak dengan disabilitas intelektual ya paling motivasi yang sifatnya untuk hal-hal kecil, seperti melatih kebiasaan untuk perilaku adaptif sehari-hari.”
Sedang, masalah sosial sudah pasti ada, lanjut Regis. Hal ini ditandai dengan kesulitan anak penyandang disabilitas intelektual untuk berperilaku secara tepat di lingkungan sosial.
“Ini karena mereka tidak paham konsep sosial. Enggak hanya di sekolah atau di lingkungan, di rumah juga bisa jadi problem, misal dia suka sama kucingnya tetangga. Jam 12 malam dia enggak bisa tidur, datang ke rumah tetangga gedor-gedor dan ambil kucingnya.”
Ini bisa terjadi karena tidak adanya konsep waktu dan konsep siang malam. Dengan anak lain pun tidak ada konsep berbagi mainan, mengalah, dan lain-lain. Maka masalah sosial bisa banyak terjadi pada anak dan bahkan keluarganya.
Advertisement