Liputan6.com, Bandung Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 37 lembaga dan empat individu menyatakan sikap terhadap Surat Edaran Bupati Garut Tentang Pelarangan Aktivitas dan Pembangunan Masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang disertai penutupan paksa Masjid di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang Serta Pemasangan Satpol PP Line.
Sebelumnya warga di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut telah memeluk agama Islam aliran Ahmadiyah sejak 1970 dan hidup berdampingan dengan damai bersama warga lainnya. Jemaat Ahmadiyah mengelola masjid yang sekarang diberi nama Al-Islah.
Baca Juga
Advertisement
Adapun warga JAI Nyalindung melaksanakan ibadat seperti salat lima waktu, salat Jumat, salat Ied, dan mengaji kitab suci Al Quran dilaksanakan di rumah salah satu anggota. Karena kebutuhan mendesak terkait sarana prasarana tempat ibadah, warga JAI Nyalindung berinisiatif membangun Masjid dengan ukuran 10×10 meter yang bertempat di Kampung Nyalindung, RT/RW 02/01, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut pada 19 Oktober 2020.
Namun, pada 6 Mei 2021 terbit Surat Edaran Bupati Garut Nomor 451.1/1605/Bakesbangpol tentang Pelarangan Aktivitas Penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Penghentian Kegiatan Pembangunan Tempat Ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampung Nyalindung Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Lasma Natalia mengatakan, Surat Edaran Bupati Garut tersebut memuat tiga poin yang merepresentasikan nilai-nilai diskriminasi terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
"Salah satu poin dari terbitnya Surat Edaran Bupati Garut tersebut yakni, dengan memaksa untuk memberhentikan pembangunan masjid di Kampung Nyalindung dengan dalih pelarangan kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia," kata Lasma dikutip dari siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil, Sabtu (8/5/2021).
Lasma mengatakan, kondisi tersebut telah mencederai nilai nilai toleransi, di tengah khidmatnya bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idulfitri 1442 Hijriah di mana Bupati Garut bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut telah melukai ibadah bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampung Nyalindung Garut.
"Hal ini menandakan bahwa negara masih menjadi penghalang terhadap penghormatan hak untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujar Lasma.
Dia menjelaskan, konstitusi melalui UUD 1945 menyatakan bahwa, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Selain itu, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. (Pasal 28 E ayat (1), (2), (3), UUD 1945).
Simak Video Pilihan di Bawah Ini
4 Poin Sikap Pernyataan
"Selain itu negarapun semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan, sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”," ujar Lasma.
Sebagai turunannya yakni Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaan.
"Itu jelas dan terang benderang bahwa dengan adanya Surat Edaran Bupati Garut tertanggal 06 mei 2021 ini menambah perlakuan negara yang diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu. Lebih miris lagi kondisi diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu ini dilakukan pada saat momen momen bulan suci Ramadan," kata Lasma.
Selain mencederai hak asasi manusia, Koalisi juga menilai Bupati Garut beserta Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut turut ambil andil terhadap tindakannya yang tidak sesuai dengan koridor kewenangannya.
"Seperti diketahui bahwa Urusan Agama sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintah Pusat. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah," tutur Lasma.
4 Poin Sikap Pernyataan:
1. Mengecam tindakan Bupati Garut Rudy Gunawan yang menghalangi kebebasan beribadat Jemaat Ahmadiyah. Tertanggal 6 Mei 2021, Bupati Garut menerbitkan Surat Edaran tentang Pelarangan Aktivitas Penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Penghentian Kegiatan Pembangunan Tempat Ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampung Nyalindung, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut;
2. Mendesak untuk segera Mencabut Surat Edaran Bupati Garut Nomor 451.1/1605/Bakesbangpol tentang Pelarangan Aktivitas Penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Penghentian Kegiatan Pembangunan Tempat Ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampung Nyalindung Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut;
3. Memberikan Perlindungan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Garut khususnya kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia Kampung Nyalindung untuk dapat melaksanakan kegiatan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya tanpa tindakan diskriminasi mengingat ditengah bulan Ramadan dan menjelang hari raya IdulFitri;
4. Meminta kepada pemerintah Kabupaten Garut untuk memberikan jaminan kebebasan setiap warga negara untuk menjalankan ibadat yang telah diatur dalam konstitusi pasal 28 E dan pasal 29 ayat 2 UUD 45 .
Advertisement