Liputan6.com, New Delhi - Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi, sedang berada dalam tekanan besar untuk memberlakukan lockdown terlepas dari kesulitan ekonomi yang akan terjadi karenanya.
Dikutip dari AP News, Sabtu (8/5/2021), lonjakan kasus positif COVID-19 di negara tersebut tidak kunjung mereda.
Advertisement
Banyak ahli medis, pemimpin oposisi, bahkan hakim Mahkamah Agung menyerukan agar lockdown diberlakukan.
Seorang penjual bunga di kota Bangaluru, India Selatan, mengatakan bahwa, "Hanya jika kesehatan kami baik, apakah kami dapat memperoleh penghasilan."
"Lockdown akan membantu semua orang, dan penyebaran virus corona juga akan turun," tambahnya.
Lonjakan angka kasus yang membengkak di India sejak Februari terjadi karena adanya varian baru yang lebih menular serta keputusan pemerintah untuk menginzinkan orang banyak berkumpul untuk festival keagamaan dan demonstrasi politik.
Fauci Ikut Memberi Saran
Pada hari Jumat 7 Mei 2021, India melaporkan kasus harian terbanyak dengan angka 414.188 serta 3.915 kematian.
Selama sepuluh hari terakhir, hitungan kematian harian bertahan lebih dari 3.000.
Walau begitu, tetap ada beberapa warga India yang menantang terjadinya lockdown.
"Jika saya harus memilih antara mati karena virus atau mati kelaparan, saya akan memilih virusnya," tutur Shyam Mishra, mantan pekerja konstruksi yang terpaksa menjadi penjual sayuran saat New Delhi lakukan lockdown.
Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di AS juga ikut memberi saran yang mengarahkan India untuk lakukan lockdown.
"Begitu kasus mulai turun, Anda dapat memvaksinasi lebih banyak orang dan berada di depan jalur penyebaran pandemi," kata Fauci dalma sebuah wawancara dengan saluran berita India CNN News18.
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement