Liputan6.com, Jakarta Tsunami Covid-19 seperti di India sangat mungkin terjadi di Indonesia. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan larang mudik Lebaran Idulfitri pada 6-17 Mei 2021.
Meski sudah ada larangan, banyak masyarakat yang tetap ngotot mudik. Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menilai, program vaksinasi Covid-19 turut mendorong seseorang lebih berani mudik. Padahal, sudah divaksin belum tentu aman dari penularan virus.
Advertisement
“Sekarang sudah ada vaksin, terus mereka merasa bisa mudik. Seperti di India, kasus meningkat pesat karena mereka merasa sudah ada vaksin. Cukup banyak yang divaksin, sehingga mereka menjadi abai. Dianggapnya sudah aman,” kata Riris kepada wartawan, Minggu (9/5/2021).
Menurut Riris, jika banyak yang masih ngotot mudik dan mengabaikan protokol kesehatan, potensi terjadi tsunami Covid-19 seperti di India terbuka lebar. Apalagi, berbagai kota sudah berstatus zona oranye dan merah yang menunjukkan penularan di tingkat lokal meluas.
Ditambah adanya ancaman varian baru Covid-19 dari Inggris, Afrika Selatan, dan India yang telah masuk ke Indonesia.
Maka dari itu, aturan pelarangan mudik dan penegakan hukum harus konsisten. Sebab, kata Riris, orang Indonesia gemar mencari pembenaran. Misalnya, membenarkan mudik dengan alasan merasa dapat terhindar dari Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan.
Padahal, persoalan mudik lebih pada meningkatkan mobilitas. Jika ‘ngotot’ mudik dan abaikan prokes, Indonesia bisa diterjang tsunami Covid-19.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penegakan Hukum saja Tidak Cukup
Menurut dia, penegakan hukum tidak cukup memberikan efek jera dan menumbuhkan kesadaran agar tidak mudik. Jika setiap individu mau disiplin 5M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas), maka risiko penularan dapat dikurangi. Namun, setiap orang tetap berisiko terpapar Covid-19 ketika mudik.
Riris mengingatkan, mudik memberikan risiko penularan Covid-19 kepada keluarga di kampung halaman.
"Kuncinya adalah pada individu. Kalau kita bisa melakukan tindakan pencegahan secara individu, kita akan melindungi orang yang di sekitar kita, terutama keluarga, orang tua, dan komorbid,” ujar Riris.
Advertisement