Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Rizieq Shihab menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang perkara kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung Kabupaten Bogor pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (10/5/2021).
Adapun saksi ahli yang dihadirkan pihak terdakwa diantaranya pakar hukum tata negara Refly Harun dan dosen Hukum Kesehatan Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta M Nasser sebagai saksi ahli.
Advertisement
"Meski sudah dikenal di media saya tetap sebutkan CV-nya ya," ujar Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa dalam persidangan.
Kemudian hakim ketua Suparman Nyompa lantas mengambil sumpah kepada kedua saksi guna ketersediannya dalam memberikan keterangan sebagai saksi ahli.
Dalam kesaksiannya, Refly Harun berpendapat kalau dasar pemerintah membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI) tidak mendasar, karena hanya mengacu pada tidak diperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) organisasi.
Hal itu dikatakan Refly Harun ketika Rizieq Shihab menyingung kembali soal adanya sebuah organisasi masyarakat (Ormas) yang ingin memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) namun justru malah dibubarkan oleh negara.
"Ada suatu ormas sejak berdiri dia memiliki SKT, setelah 20 tahun lebih SKT-nya ingin diperpanjang. Pada saat ingin perpanjang ternyata ada regulasi peraturan baru soal keormasan maka diminta 3 syarat yang belum dipenuhi ormas tersebut," tanya Rizieq saat sidang.
Pasalnya, Rizieq merasa heran ketika ormas tersebut telah memenuhi semua persyaratan untuk memperpanjang izin, justru dibubarkan oleh pemerintah.
"Terus terang saya bingung melihat ada kejadian ormas seperti itu, saya ingin supaya tidak bingung bisa memahami permasalahan ini," tutur Rizieq Shihab.
Menanggapi pertanyaan, Refly lantas menjawab seharusnya ormas tersebut tidak bisa dibubarkan lantaran tak ada alasan materilnya. Bahkan dia sempat menyingung soal pembubaran Partai Komunis Indonesia atau PKI.
"Di republik ini, Yang Mulia, ada organisasi terlarang yang sampai saat ini masih dilarang, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI) dan itu tidak tanggung-tanggung pelarangannya melalui Tap MPR, produk regulasi yang tertinggi karena disadari ini soal pembatasan HAM, itu partai politik yang banyak pengikutinya, dalam sejarah ada pemberontakan, mereka kemudian dilarang. Alasan seperti itu yang masuk akal," papar Refly.
Sehingga, dia pun merasa heran mengapa ada ormas yang bisa dibubarkan walau belum perpanjang SKT. Namun, dia membandingkan kalau banyak ormas lain di luar yang tak ada SKT dan justru bebas tak dibubarkan hingga eksis sampai sekarang.
"Ya ahli juga bingung mengapa organisasi itu dibubarkan karena tidak ada alasan materiilnya kecuali kalau ada vonis pengadilan, tapi ini memang betul-betul tidak ada alasan kecuali SKT-nya tidak diperpanjang," tuturnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Didakwa Kasus Kerumunan
Untuk diketahui, dalam perkara 221 dan 226 kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat Rizieq bersama lima terdakwa, yakni Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi didakwa telah melakukan penghasutan hingga ciptakan kerumunan di Petamburan dalam acara pernikahan putrinya dan maulid nabi Muhammad SAW.
Sehingga didakwa dengan lima dakwaan yakni Pasal 160 KUHP jo Pasal 99 Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau, Pasal 216 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau ketiga Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau terakhir Pasal 82A ayat (1) jo 59 ayat (3) huruf c dan d UU nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU nomor 17 Tahun 2013 tenang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 ayat (1) KUHP.
Sementara dalam kasus kerumunan Megamendung, Rizieq didakwa telah melanggar aturan kekarantinaan kesehatan dengan menghadiri acara di Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Megamendung, Puncak, Kabupaten Bogor 13 November 2020 lalu.
Sebagaimana dalam perkara nomor 226/Pid.B/2021/PN.Jkt Tim terkait kerumunan di Megamendung, turut disangkakan dengan Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo 216 ayat 1 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement