Liputan6.com, Jakarta - Proyek gasifikasi batu bara menjadi produk dimetil eter (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dipastikan akan dilanjutkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquified Petroleum Gas atau elpiji hingga satu juta ton per tahun sehingga bisa meringankan beban subsidi pemerintah.
Kepastian tersebut didapat melalui penandatangan Amandemen Perjanjian Kerjasama dan Perjanjian Pengolahan DME antara PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Air Products & Chemical Inc (APCI) yang dilakukan secara virtual di Jakarta dan Los Angeles, Amerika Serikat.
Advertisement
"Dengan penurunan signifikan beban impor elpiji dan subsidi, maka pemerintah bisa mengalokasikan cadangan devisa untuk berbagai prioritas ekonomi yang produktif," kata Menteri BUMN Erick Thohir dikutip dari Antara, Selasa (11/5/2021).
Proyek ini mendatangkan investasi asing dari APCI sebesar 2,1 miliar dolar AS atau setara Rp30 triliun. Dengan utilisasi enam juta ton batu bara per tahun, maka proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta dimetil eter per tahun untuk mengurangi impor elpiji satu juta ton per tahun.
Diketahui, saat ini sebanyak 76 persen dari kebutuhan elpiji nasional masih didatangkan dari impor dengan nilai subsidi mencapai Rp40 triliun per tahun.
"Proyek yang merupakan wujud dari eratnya hubungan ekonomi Indonesia dan Amerika Serikat ini memiliki berbagai multiplier effect mulai dari menarik investasi asing, menyerap tenaga kerja lokal, serta sejalan dengan target mewujudkan kemandirian energi nasional," ujar Erick.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan transisi energi, green energy, dan circular energy saat ini menjadi prioritas sejalan dengan Grand Strategi Energi Nasional.
Selain itu, saat ini Indonesia juga masih menghadapi defisit transaksi berjalan (CAD), namun di sisi lain masih terdapat banyak sumber daya energi domestik.
"Pertamina telah memformulasikan kembali strategi yang sejalan dengan arahan pemerintah dalam mencapai penurunan 41 persen emisi karbon pada 2030. Untuk menekan defisit CAD, kami memastikan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter ini akan tetap berjalan agar bisa mencapai target bebas impor elpiji pada 2027," kata Nicke.
Sementara itu, Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko Hadianto menambahkan bahwa para pihak yang terlibat dalam penandatanganan tersebut akan bekerja keras untuk segera merealisasikan pembangunan proyek.
"Kami percaya penandatanganan hari ini merupakan lompatan signifikan dalam perkembangan kerjasama proyek. Kami optimis proyek ini dapat dijalankan tepat waktu," ujar Suryo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Portofolio Baru
Bukit Asam juga menegaskan kerjasama ini menjadi portofolio baru bagi perusahaan yang tidak lagi sekadar menjual batu bara, tetapi juga mulai masuk ke produk-produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.
Sebagai informasi, proyek ini berpotensi menghemat cadangan devisa sekitar Rp9,7 triliun per tahun, dan neraca perdagangan Rp5,5 triliun per tahun.
Selain itu, proyek gasifikasi juga diharapkan dapat memberikan efek berganda, di antaranya menarik investasi asing dan potensi penerimaan pajak serta non-pajak negara sebesar Rp800 miliar per tahun.
Penggunaan porsi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal sebanyak 10 ribu orang pada saat konstruksi dan sekitar delapan ribu orang ketika pabrik mulai beroperasi.
Advertisement