Liputan6.com, Jakarta - Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora, menyoroti meninggalnya Trio Fauqi Virdaus usai divaksinasi AstraZeneca. Nelson meminta kejadian tersebut di investigasi secara menyeluruh.
"Kejadian ini harus diinvestigasi secara menyeluruh, transparan, dan akuntabel oleh pemerintah melalui Komnas KIPI serta bekerjasama dengan unsur pemerintah daerah," ujarnya, Rabu (12/5/2021).
Advertisement
Menurutnya, tidak boleh ada alasan bahwa 'belum pernah ada kejadian orang meninggal di Indonesia karena Covid-19'. Sebab, kata dia, setiap kemungkinan buruk tentang vaksin terbuka. Terlebih, vaksin AstraZeneca sudah dilarang di berbagai negara.
"Investigasi yang serius juga diperlukan agar tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat yang perlu divaksin. Apabila kejadian ini dibiarkan maka akan semakin banyak masyarakat yang takut divaksin," ucapnya.
Nelson menilai, seharusnya ada 2 pihak yang bertanggungjawab mengenai meninggalnya Trio. Yaitu pemerintah dan produsen vaksin AstraZeneca.
Meksi pun, di sisi lain pemerintah mengambil alih tanggungjawab tersebut dengan cara mengubah Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021.
"Meskipun begitu, bagi LBH Jakarta, hal tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab AstraZeneca untuk bertanggungjawab atas kejadian tewasnya Trio Fauqi Firdaus tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Nelson memaparkan dasar hukum investigasi Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi (KIPI). Kemudian, dasar hukum tentang tanggung jawab hukum pemerintah dan produsen vaksin AstraZenneca.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Berikut dasar hukumnya:
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Pasal 41
(1) Masyarakat yang mengetahui adanya dugaan terjadinya KIPI, harus segera melapor kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan Imunisasi atau dinas kesehatan setempat.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan Imunisasi atau dinas kesehatan setempat yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan investigasi.
(3) Hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus segera dilaporkan secara berjenjang kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan kepala dinas kesehatan provinsi.
(4) Kepala dinas kesehatan provinsi menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Komnas PP KIPI, Komda PP KIPI, dan Pokja PP KIPI.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disampaikan melalui laman (website) keamanan Vaksin.
(6) Terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komda PP KIPI dan kajian kausalitas oleh Komnas PP KIPI.
(7) Hasil kajian KIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan diumpan balik kepada provinsi.
Pasal 42
(1) Pasien yang mengalami gangguan kesehatan diduga akibat KIPI diberikan pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian kausalitas KIPI berlangsung.
(2) Dalam hal gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai gangguan kesehatan akibat KIPI, maka pasien mendapatkan pengobatan dan perawatan.
(3) Pembiayaan untuk investigasi dan kajian kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, serta sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pembiayaan untuk pengobatan, perawatan, dan rujukan bagi seseorang yang mengalami gangguan kesehatan diduga KIPI atau akibat KIPI dibebankan pada anggaran pendapatan belanja daerah atau sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Covid-19
Pasal 27
(1) Untuk terselenggaranya pelayanan Vaksinasi COVID-19 secara menyeluruh dan berkesinambungan, pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dikoordinasikan oleh:
a. Menteri untuk tingkat Pemerintah Pusat;
b. gubernur untuk tingkat daerah provinsi; dan
c. bupati/wali kota untuk tingkat daerah kabupaten/kota.
(2) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dalam mengoordinasikan kegiatan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada setiap tahapan, yang meliputi:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pemantauan dan evaluasi.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pemetaan sasaran, ketersediaan tenaga pelaksana, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, jadwal pelaksanaan, jumlah, jenis Vaksin COVID-19, dan logistik lainnya.
(4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi pemastian ketersedian tenaga pelaksana, tempat, Vaksin COVID-19, standar operasional prosedur, sarana rantai dingin, manajemen logistik, alat pelindung diri, manajemen limbah, dan pencatatan dan pelaporan.
(5) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi pemantauan dan evaluasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, termasuk surveilans Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19.
(6) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemanfaatan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19.
BAB VII
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi Covid-19
Pasal 28
(1) Dalam hal terjadi Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 pada seseorang yang mendapatkan Vaksinasi COVID-19 dilakukan pencatatan dan pelaporan serta investigasi.
(2) Berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3)
Terhadap kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanpengobatan dan perawatan sesuai dengan indikasi medisdan protokol pengobatan.
(4)Dalam hal hasil kajian kausalitas terdapat dugaandipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19, BadanPengawas Obat dan Makanan melakukan sampling danpengujian sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Pasal 11A
(1) Dalam hal pengadaan vaksin dilakukan melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara, penunjukan langsung kepada badan usaha penyedia, atau kerjasama lembaga/badan internasional yang penyedianya mempersyaratkan adanya pengambilalihan tanggung jawab hukum, Pemerintah mengambilalih tanggung jawab hukum peynyedia vaksin Covid-19 termasuk terhadap keamanan (safety), mutu (quality), dan khasiat (efficacy)/imunogenisitas.
(2) Pengambilalihan tanggung jawab hukum oleh Pemerintah terhadap penyedia vaksin Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang proses produksi dan distribusi telah memenuhi cara pembuatan obat yang baik dan/atau cara distribusi obat yang baik.
(3) Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sampai dengan pencabutan penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal pada saat dicabutnya penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi yang pelaksanaan vaksinasinya dilakukan sebelum pencabutan penetapan, pemerintah tetap mengambil alih tanggung jawab hukum dengan kasus tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal masih terdapat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang pengadaan vaksinnya dilakukan sebelum pencabutan penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional, pemerintah tetap mengambit alih tanggung jawab hukum terhadap kasui kejadian ikutan pasca vaksinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dituangkan dalam perjanjian/kontrak.
Reporter : Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement