Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak merekomendasikan masyarakat umum dan tenaga kesehatan untuk melakukan tes antibodi secara mandiri usai mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes mengatakan bahwa pengukuran antibodi yang dilakukan dengan tujuan studi terkait kemanjuran vaksin berbeda dengan tes antibodi yang dilakukan masyarakat.
Advertisement
Dalam konferensi pers daring pada Rabu (13/5/2021), Nadia mengakui bahwa memang banyak masyarakat dan tenaga kesehatan yang melakukan tes antibodi di laboratorium-laboratorium swasta secara mandiri setelah divaksinasi.
"Kami selalu sampaikan bahwa pengukuran antibodi itu berbeda, karena pengukuran pasca pemberian vaksinasi itu belum jadi rekomendasi WHO," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes itu.
"Kedua, belum ada kesepakatan yang menentukan cut off point, berapa angka antibodi yang memberikan proteksi," kata Nadia.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Studi Efektivitas Vaksin Sinovac
Nadia pun merujuk pada hasil kajian cepat yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes terkait efektivitas vaksin Sinovac di kelompok tenaga kesehatan (nakes).
Dalam studi tersebut, dilaporkan bahwa dosis lengkap vaksin COVID-19 Sinovac menurunkan risiko gejala parah hingga 94 persen, 96 persen menurunkan risiko perawatan, dan 98 persen mencegah kematian.
"Ini sudah membuktikan bahwa kita tidak perlu periksa-periksa antibodi. Karena ternyata melalui data yang ada pada nakes yang sudah mendapatkan vaksinasi, efek proteksinya sudah kita bisa lihat," ujarnya.
Menurut Nadia, justru dengan studi pada nakes yang merupakan kelompok paling rentan, vaksin CoronaVac yang efikasinya di Indonesia hanya 65 persen, malah menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi.
"Kita bisa lihat memberikan perlindungan sampai 95 persen. Berarti cuma 5 persen risiko kita untuk menjadi sakit. Bahkan kalau kita berbicara untuk menjadi kejadian yang berat atau kematian malah jauh lebih tinggi," katanya.
Selain itu, Nadia juga menegaskan bahwa pengukuran antibodi terkait efektivitas vaksin sendiri juga berbeda dengan studi untuk melihat berapa lama kadar antibodi dalam tubuh bisa bertahan usai diberikan vaksinasi COVID-19.
Advertisement