Liputan6.com, Jakarta - Beragam upaya dilancarkan pemerintah guna menekan transmisi Covid-19, salah satu di antaranya adalah larangan mudik. Pesan ini yang disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Dalam sebuah video singkat di akun Instagram pribadi, Ganjar Pranowo mengucapkan selamat Idul Fitri. Ia diapit oleh sang istri, Siti Atiqoh Supriyanti dan putra semata wayang mereka, Muhammad Zinedine Alam Ganjar, saat menyampaikannya.
Baca Juga
Advertisement
"Selamat merayakan kemenangan, di Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Lebaran ini mudik dan sungkemnya virtual saja ya," kata Ganjar dalam video yang diunggah Rabu, 12 Mei 2021.
Atiqoh juga menambahkan keterangan terkait salam sehat. "Tetap sehat, jaga diri dan keluarga Anda baik-baik," katanya.
Sebelum menutup video, putra Ganjar, Alam Ganjar, turut berbicara. "Mohon maaf lahir dan batin," tutupnya.
Setelah itu, baik Ganjar, Atiqoh dan Alam Ganja sama-sama menangkupkan tangan, simbol ungkapan memohon maaf lahir dan batin. Ketiganya kompak tersenyum manis ke arah kamera.
Sebelumnya, Ganjar juga tiada henti menggencarkan untuk menyampaikan arahan tidak mudik. Misalnya, saat Ganjar berbicara dalam video di Instagram pribadi yang berdurasi 11 menit dan 38 detik.
Dalam video itu, Ganjar Pranowo mengenakan kaus warna hitam dengan tulisan "No Mudik No Cry" dan peci warna hitam. "Yang melarang mudik itu siapa? Mudik itu boleh, silakan, monggo, ajak anak istri saudara atau siapapun untuk mudik, tapi mudik virtual saja. Diingat-ingat virtual saja," katanya dalam unggahan video "Ruang Ganjar" yang diunggah pada 8 Mei 2021.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Imbauan Ganjar
"Seperti tahun lalu, saya masih ingat betul bagaimana rasanya meminta Anda semua untuk tidak mudik tahun lalu, betapa susahnya kondisi kita di masa-masa awal pandemi, setiap hari selalu saja, ada saudara-saudara kita yang mausk rumah sakit, hampir setiap jam ambulans berseliweran di jalan," kata Ganjar.
Ia menambahkan, kondisi krisis tahun lalu juga menunjukkan bagaimana penggali kubur bekerja siang malam. Begitu pula para tenaga medis yang bukan hanya berjuang menyelamatkan, tapi juga berguguran.
"Siapa sih yang mau kehilangan saudara? Siapa yang rela kehilangan orangtua? Kita ini sangat berpotensi jadi penyebab kematian satu, dua, puluhan, bahkan ratusan nyawa. Ini bukan soal tradisi atau agama, bukan soal suku atau negara, tapi menyelamatkan satu nyawa saudara kita, jadi jauh lebih penting dari segalanya," tambahnya.
Advertisement