DPR Harap Pandemi Tak Halangi Pemerintah Tagih Utang ke Lapindo

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, uang yang harus dikembalikan ke negara adalah sebesar Rp 1,91 triliun.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Mei 2021, 09:15 WIB
Seniman membuatkan patung bagi warga korban kepada pemerintah di wisata lumpur lapindo, Sidoarjo, Senin (30/03/2015). Sudah 9 tahun kawasan ini terendam oleh lumpur, tidak terhitung kerugian yang diderita warga sekitar. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo meminta agar utang anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT. Minarak Lapindo kepada pemerintah sebesar Rp 1,9 triliun terkait bencana lumpur Lapindo segera ditagih.

Dia mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi perusahaan tersebut untuk menunda-nunda kewajiban yang seharusnya sudah diselesaikan pada 2019 lalu.

"Karena itu uang negara, dan sifatnya dana talangan, sesuai dengan perjanjian, ya harus dilunasi, harus dibayarkan, pemerintah harus menagih," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (16/5/2021).

Bencana Lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 lalu. Buntut dari bencana tersebut, perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.

Hingga saat ini, Lapindo Brantas Inc belum juga melunasi utangnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, uang yang harus dikembalikan ke negara adalah sebesar Rp 1,91 triliun.

Andreas Eddy Susetyo mengingatkan bahwa utang seharusnya sudah dilunasi pada 2019 lalu dengan cara dicicil. ketentuan itu itu menurutnya disepakati melalui pembicaraan dengan pihak pengutang, dengan menyesuaikan arus kas mereka. Namun nyatanya, hingga kini utang tersebut belum juga dilunasi.

Jika Lapindo tidak bisa melakukan pembayaran secara tunai, pihaknya mendesak agar aset-aset yang dimiliki oleh Lapindo bisa diambil oleh pemerintah sesuai dengan nilai utang yang dimiliki.

"Tapi kalau tidak bisa itu bisa dilakukan dengan aset dan harus dilakukan valuasi. Yang jelas itu uang negara, sifatnya dana talangan dan sesuai perjanjian harus dilunasi dan pemerintah harus menagih," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pandemi Tak Jadi Alasan

Lokasi pabrik PT CPS di Porong Sidoarjo tempat Marsinah dulu bekerja yang kini sudah terendam lumpur Lapindo. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Situasi Indonesia yang saat ini tengah dilanda pandemi, menurutnya tidak bisa dijadikan alasan. Karena seharusnya utang diselesaikan pada 2019 lalu, jauh sebelum pandemi di Indonesia.

Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah bahwa utang yang dimiliki Lapindo untuk segera ditagih oleh pemerintah, jika tidak bisa juga terpaksa kata dia aset-aset yang dimiliki Lapindo bisa diambil oleh negara.

"Justru gini kita akan memonitor ke DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara), jadi sekarang aset-aset apa saja yang sudah di tangan pemerintah kalau valuasinya kurang yah harus ditambahkan gitu," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya