Liputan6.com, Jakarta - Marqeta, perusahaan teknologi pembayaran telah menjadi salah satu bisnis yang menarik dalam perdagangan digital, meskipun hanya sedikit konsumen yang pernah mendengarnya. Kini, nama Marqeta akan menjadi jauh lebih dikenal.
Hal itu merujuk pada pengajuan perusahaan untuk go public pada Jumat, 14 Mei 2021. Dalam prospektusnya kepada investor, perusahaan mengungkapkan pertumbuhan pendapatan pada kuartal-I 2021 sebesar 123 persen yoy, menjadi USD 108 juta. Sementara kerugian bersih menyempit menjadi USD 12,8 juta dari USD 14,5 juta pada tahun sebelumnya.
Advertisement
Dilansir dari CNBC, ditulis Minggu (16/5/2021), sepanjang 2020, pendapatan tahunan perusahaan meningkat lebih dari dua kali lipat. Menjadi USD 290,3 juta dan mencatat kerugian sebesar USD 47,7 juta.
Larry Albukerk, yang menjadi pialang saham pra-IPO di EB Exchange, mengatakan saham Marqeta telah diperdagangkan di pasar sekunder seharga USD 33 hingga USD 35 per saham.
Berdasarkan total 484,4 juta saham Kelas A dan Kelas B, sebagaimana tercantum dalam prospektus, valuasi perusahaan tersebut berada pada kisaran USD 16 miliar hingga USD 17 miliar. Setahun yang lalu Marqeta diketahui mengumpulkan modal dengan penilaian sekitar USD 4,3 miliar.
“Ini jelas salah satu perusahaan terpanas di pasar swasta. Sahamnya berkinerja stabil selama dua tahun terakhir dan baru-baru ini telah menjadi salah satu saham yang paling dicari untuk dibeli oleh publik,” kata Alburkerk, yang juga memiliki beberapa saham Marqeta.
Perusahaan menyebutkan di bagian faktor risiko dalam prospektusnya ekspansinya pada 2020 telah mencerminkan ekspansi kliennya dalam e-commerce dan pengiriman makanan.
"Pertumbuhan pendapatan bersih kami dalam beberapa periode terakhir telah meningkat, karena konsumen tambahan telah beralih menggunakan layanan (digital) ini," kata perusahaan itu.
Marqeta berdiri pada 2010 dan berbasis di Oakland, California, AS. Perseroan menjual teknologi pembayaran dengan merancang deteksi penipuan dan memastikan uang yang dialihkan dengan benar.
Perusahaan mengeluarkan kartu fisik khusus yang terlihat seperti kartu kredit dan debit yang digunakan kontraktor dari DoorDash dan Instacart untuk melakukan pembelian dari restoran dan supermarket.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Temasek hingga Softbank Tertarik IPO JD Logistics
Sebelumnya, JD Logistics Inc. berhasil menarik SoftBank Vision Fund dan Temasek Holdings Pte sebagai investor dalam penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) di Hong Kong.
Tak hanya itu, dilansir dari Bloomberg, Sabtu, 15 Mei 2021, Blackstone Group Inc. dan Tiger Global juga berkomitmen untuk membeli saham dalam penawaran IPO tersebut.
Menurut pihak yang mengetahui rencana tersebut, SoftBank Vision Fund disebutkan akan menginvestasikan USD 600 juta atau sekitar 40 persen dari saham senilai USD 1,5 miliar. Besaran ini sekaligus menjadikan SoftBank Vision Fund sebagai salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan setelah induknya, JD.com Inc.
Temasek mendaftar untuk membeli saham IPO senilai USD 220 juta. China Chengtong Holdings Group Ltd., Matthews Asia dan Oaktree Capital juga telah setuju untuk membeli saham perusahaan.
JD Logistics menargetkan untuk mengumpulkan sebanyak USD 3,5 miliar atau sekitar Rp 49,92 triliun (asumsi kurs Rp 14.264 per dolar AS) dalam penjualan saham pertama kali dan akan mulai menerima pesanan secepatnya minggu depan.
Ini akan menjadi IPO terbesar kedua di Hong Kong tahun ini, setelah pencatatan Kuaishou Technology senilai USD 6,2 miliar pada Februari 2021.
Adapun menurut prospektus awal, Bank of America Corp, Goldman Sachs Group Inc. dan Haitong International Securities Group Ltd. adalah sponsor bersama dari penawaran tersebut. Saat ini, JD Logistics masih menyelesaikan persyaratan penawaran yang rinciannya masih bisa berubah., kata sumber.
Advertisement