Liputan6.com, Jakarta Libur Lebaran dimeriahkan dengan tiga film Indonesia plus satu film impor baru, yakni Spiral alias Spiral: From The Book of Saw, karya Darren Lynn Bousman. Menilik judul kompletnya, kita tahu ini sempalan dari waralaba Saw.
Sedikit gambaran untuk Anda, Saw kali pertama dirilis pada 2004 disutradarai James Wan, yang kemudian kita kenal lewat Insidious dan The Conjuring. Saw menetapkan standar baru untuk genre horor slasher alias gory. Ini horor tanpa dedemit.
Baca Juga
Advertisement
Dengan biaya 1,2 juta dolar AS, film ini mendatangkan untung 100 kali lipat yakni 103 juta dolar AS. Tak heran jika Saw punya enam sekuel dan kini, sempalan. Inilah resensi film Spiral: From The Book of Saw. Sebagus apa?
Penyiksaan di Lorong Rel
Spiral bermula kala detektif Marv Boswick (Dan Petronijevic) alias Boz mengawasi karnaval ulang tahun kemerdekaan AS di kawasan Stuart Point. Di sana, ada jambret merebut tas pengunjung lalu kabur ke gorong-gorong yang terhubung ke stasiun kereta api bawah tanah.
Boz mengikuti jambret hingga ke lorong rel. Seseorang lantas membekap mulutnya hingga ia semaput. Saat membuka mata, Boz mendapati dirinya tergantung di tengah rel. Lidahnya terjepit dua bilah besi. Dua menit lagi, kereta akan lewat dan menggilasnya.
Satu-satunya cara menyelamatkan diri, Boz harus merelakan lidahnya. Berganti hari, Kapten Angie (Marisol Nichols) menugasi Zeke (Chris Rock) dan detektif anyar William Schenk (Max Minghella) mengusut jasad Boz. Zeke menerima klu yang dikirim dalang pembunuhan.
Petunjuk berupa potongan lidah dan lencana milik Boz ada dalam boks warna turkuois yang dikirim kurir. Sejak itu, kepolisian Metro tak pernah tenang. Apalagi, saat detektif Fitch (Richard Zeppieri) tewas. Sang dalang mengirim boks turkuois berisi “koleksi” jemari Fitch.
Advertisement
Kesan Pertama Menonton Spiral
Kesan pertama menonton Spiral, sutradara lihai betul menuturkan cerita lengkap dengan kilas balik sebagai bentuk konfirmasi atas penyelesaian konflik maupun pengambilan kesimpulan (sementara) atas apa yang terjadi. Darren bukan nama baru dalam waralaba Saw.
Dialah yang menggantikan James Wan menggarap Saw 2, 3, dan 4. Di tangan James dan Darren, Saw masih bermartabat. Setelahnya, sekuel Saw jadi pameran penyiksaan dengan cerita yang diada-adakan.
Spiral masih punya cerita dengan kerangka lumayan utuh. Darren menuturkan dengan ritme yang jauh dari kesan terseok-seok. Adegan pembuka, adalah signature sekaligus pengingat bahwa Spiral masih punya “hubungan darah” dengan Saw.
Gelagat Mencurigakan
Setelahnya, ia mencoba berdiri sendiri. Spiral menempatkan Zeke sebagai poros dan ayahnya, Marcus (Samuel L. Jackson) sebagai tumpuan. Semua karakter dalam Spiral abu-abu. Tak ada satu pun dari mereka yang bisa membuat kita jatuh cinta.
Sejak awal, para tokoh hadir dengan motivasi dan gelagat mencurigakan khususnya, orang-orang yang berada di kantor polisi. Chris Rock sejak awal terlalu meledak-ledak hingga terasa melelahkan di tengah.
Ia baru “stabil” memasuki paruh kedua, mendefinisikan ketakutan, panik, kehilangan, takut, berusaha kuat, dan cinta yang membuat penonton mulai berharap padanya. Meski kita tahu, dalam film seperti ini, sebaiknya tidak berharap kepada siapa pun termasuk tokoh utama.
Advertisement
Kucing-kucingan Dengan Polisi
Darren mengarahkan pemain dengan teliti. Bagi penggemar Saw, adegan penyiksaan yang tersaji di film ini bisa jadi tak terlalu seram. Namun tetap saja ada beberapa adegan yang bikin saya terpaksa menutup muka.
Khususnya, segmen Fitch yang terasa panjang dan menerbitkan sensasi ngilu. Spiral terasa lebih bermartabat karena naskahnya padat sekaligus lihai mempermainkan penonton.
Poin utama film ini, kucing-kucingan antara polisi dan penjahat. Bukan pamer penyiksaan berdarah. Di sanalah nyawa film ini berasal lengkap dengan pemaknaan atas ketimpangan hukum dan perlunya sebuah institusi diformat ulang agar lebih baik.
Kekuatan Sinematografi dan Editing
Spiral dipilih sebagai judul bukan tanpa alasan. Sejumlah tokoh hadir untuk dibantai dengan alasan kuat. Kilas balik berkelebatan bukan untuk menambal durasi.
Selain mengonfirmasi, ia menjadi kunci-kunci untuk menerangi rentetan teka-teki. Maka kita patut berterima kasih kepada penyunting gambar Dev Singh yang mampu menata kepingan adegan (termasuk kilas balik) dengan rapi.
Apresiasi patut diberikan pula kepada sinematografer Jordam Oram. Sejumlah momen penyiksaan di film ini tak hanya tampak ngeri tapi juga puitis berkat pemilihan angle dan permainan cahaya dalam ruang penjagalan.
Advertisement
Adegan Akhir Bikin Syok
Ketegangan Spiral makin lengkap dengan adegan akhir yang bikin syok. Kentara sekali babak akhir disiapkan dengan proper. Gambar-gambar lebih indah, penyuntingannya tak bikin penonton gelagapan dalam mencerna, ritme cerita pun makin meletup-letup.
Effort yang disajikan para aktor di babak akhir sangat meyakinkan. Untuk genre macam Spiral, happy atau unhappy ending tak lagi penting. Babak akhir yang proper, terlepas dari siapa yang “menang,” telah meninggalkan kesan mendalam di benak penonton.
Kami rekomendasikan Spiral untuk Anda. Jangan lupa, selama di bioskop, patuhi protokol kesehatan dengan pakai masker, jaga jarak, dan membersihkan tangan secara berkala. Kuy!
Pemain: Chris Rock, Max Minghella, Marisol Nichols, Samuel L. Jackson, Dan Petronijevic, Richard Zeppieri, Zoie Palmer, Genelle Williams
Produser: Oren Koules, Mark Burg
Sutradara: Darren Lynn Bousman
Penulis: Josh Stolberg, Peter Goldfinger
Produksi: Twisted Pictures, Lionsgate
Durasi: 1 jam, 33 menit